Wednesday 18 April 2012

Asuhan Keperawatan : Halusinasi ( Askep Jiwa )

BAB I
PENDAHULUAN

1.      Latar belakang

Gangguan jiwa dalam berbagai bentuk adalah penyakit yang sering dijumpai pada semua lapisan masyarakat. Penyakit ini dialami oleh siapa saja, tidak memandang jenis kelamin, usia, serta status sosial. Gangguan jiwa dapat mempengaruhi fungsi kehidupan seseorang, seperti aktivitas penderita, kehidupan sosial, pekerjaan serta hubungan dengan keluarga dapat menjadi terganggu. Karena gejala ansietas, depresi, dan psikosis.
Salah satu tanda gejala dari skizofrenia adalah terjadinya halusinasi. Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering terjadi dari gangguan persepsi. Halusinasi merupakan salah satu gangguan persepsi, dimana terjadi pengalaman panca indera tanpa adanya ransangan sensorik ( persepsi yang salah). Dengan kata lain, klien berespon terhadap ransangan yang tidak nyata yang hanya dirasakan oleh klien dan tidak dapat dibuktikan. Dampak dari halusinasi ini adalah pasien sulit berespon terhadap emosi, perilaku pasien menjadi tidak terkendali, dan akhirnya pasien mengalami isolasi sosial karena tidak mampu bersosialisasi dengan orang lain.
Seorang dengan gangguan jiwa yang dirawat di rumah sakit jiwa membutuhkan perawatan yang baik agar gangguan yang terjadi dapat diatasi. Seorang perawat dituntut mampu melakukan asuhan keperwatan yang sesuai dengan permasalahan yang dialami pasien.
Penanganan pada klien dengan masalah kesehatan jiwa merupakan tantangan yang unik karena masalah kesehatan jiwa mungkin tidak dapat dilihat secara langsung, seperti pada masalah kesehatan fisik yang memperlihatkan berbagai macam gejala dan disebabkan berbagai hal kejadian masa lalu yang sama dengan kejadian saat ini, tetapi mungkin muncul gejala yang berbeda banyak klien dengan masalah kesehatan jiwa tidak dapat menceritakan masalahnya bahkan mungkin menceritakan hal yang berbeda dan kontradiksi. Kemampuan mereka untuk berperan dan menyelesaikan masalah juga bervariasi (Keliat, 2002).
Pada hari rabu, tanggal 27 april 2011, PKK1 gelombang 2 memulai dinas pertama di RSJ yang bernama T dikota P. Saya bersama kelompok 2 praktek di ruang mawar. Dihari pertama (27 April 2011) saya melakukan pengkajian terhadap Tn. A, namun karena ada hambatan yakni klien tidak dapat mengerti dan menggunakan bahasa Indonesia, maka kepala ruangan mawar memutuskan saya mengganti pasien yang saya kaji ke Tn. Z. Dihari kedua dan ketiga saya mengkaji Tn. Z. dihari keempat, saya bertugas mengkaji pasien di ruang UPIP yakni Tn. A. dihari ke lima dinas, saya kembali menangani pasien baru, karena Tn. Z(ruang mawar) yang harusnya saya tangani telah pulang. Dan kepala ruangan mawar pun memutuskan saya menangani pasien bari yakni Tn. G di ruang Merpati. Dan saya pun mengkaji Tn. G untuk hari ke lima dan keenam.

2.      Tujuan
      a.       Tujuan umum
Untuk mendapatkan gambaran tentang penerapan proses keperawatan pada klien Tn. G dengan halusinasi pendengaran di ruang Merpati rumah sakit jiwa tampan Pekanbaru.

b.      Tujuan Khusus
Tujuan khusus yang didapatkan adalah:
1.      Dapat melakukan pengkajian analisa data, merumuskan masalah keperawatan, membuat pohon masalah, menetapkan pohon masalah, menetapkan diagnosa keperawatan pada Tn. G dengan halusinasi pendengaran di ruang Merpati RSJ tampan Pekanbaru.
2.      Dapat menyusun rencana tindakan keperawatan untuk memenuhi kebutuhan klien dan mengatasi masalah klien.
3.      Dapat mengimplementasikan rencana tindakan keperawatan yang nyata sesuai dengan diagnosa keperawatan yang telah ditegakkan.
4.      Dapat menilai hasil (mengevaluasi) tindakan keperawatan yang telah dilakukan.
5.      Dapat melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan.

BAB II
GAMBARAN KASUS
1.      Pengkajian
Tn.G Usia 31 tahun berjenis kelamin laki-laki, beragama Kristen, dengan nomor RM 04-65-84 masuk ke Rumah Sakit Jiwa Tampan (RSJ Tampan) di ruang Merpati pada tanggal 20 april 2011. Klien masuk dengan keluhan sering tertawa sendiri, kurang tidur, putus obat sejak lebih kurang 4 bulan yang lalu. Ia sering mendengar suara suara yang membuatnya risih. Salah satu yang ditakuti klien dari suara tersebut adalah suara itu melarang klien tidur. Katanya suara itu mengancam akan membakar rumah klien jika klien tidur sehingga klien takut untuk tidur.
Dari hasil wawancara didapatkan bahwa ini adalah kali keduanya klien dirawat di RSJ. Sebelumnya sekitar bulan desember 2011 klien juga pernah dirawat di RSJ tampan dengan keluhan mendengar suara suara. Klien adalah anak keempat dari enam bersaudara. Klien sekarang tinggal bersama ibunya. Ayah dari klien sudah meninggal dunia. Saat ini klien merasa kurang pantas bergaul dengan orang lain karena klien merasa dirinya jelek dan memiliki mata yang buta. Klien sering merendah karena ia menganggap apalah arti seorang pengangguran untuk ibunya dimana klien kadang bekerja sebagai buruh kasar. Klien pernah memiliki cita cita untuk menjadi seorang polisi hutan. Ketika ditanya siapa orang yang berarti baginya, klien menjawab ibunya.
Klien pernah melakukan beberapa tindakan kriminal seperti melempari rumah tetangga dan klien juga pernah  membakar selimut tidur ibunya karena ia menuduh ibunya selingkuh, dimana suara yang didengarnya lah yang menyuruhnya melakukan hal tersebut. Dari riwayat keluarga, klien tidak memiliki keluarga yang sebelumnya mengalami gangguan yan jiwa. Klien memiliki riwayat pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan yakni kecelakaan lebih kurang 5 tahun yang lalu yang menyebabkan butanya mata kiri klien dan mata kanan klien rabun. Ketika dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan TD 130/80 mmHg, HR 70 X/menit, Suhu 36,5ºC dan RR 20 X/menit.

2.      Masalah keperawatan
No
Analisa Masalah
Masalah Keperawatan
1.

DS :
-          Klien mengatakan kadang kadang mendengar suara tanpa wujud
DO :
-          Klien terlihat ngomong sendiri
-          Klien terlihat tersenyum sendiri



Ø  GPS : Halusinasi

2.
DS :
-          Klien mengatakan pernah melempar rumah tetangga
-          Klien mengatakan pernah membakar selimut


Ø  Risiko perilaku kekerasan
3.
DO:
-          Ekspresi wajah kurang berseri
-          Aktifitas menurun
-          Rendah diri
-          Kurang berenergi atau bertenaga


Ø  Isolasi sosial
4.
DS:
-          Klien menyatakan wajahnya jelek
-          Klien menyatakan tidak ada yang mau dengannya
DO:
-          Menunduk ketika berbicara
-          Mengkritik diri sendiri




Ø  Gangguan konsep diri : Harga diri rendah

3.      a. Pohon masalah

 Gangguan konsep diri : Harga diri rendah -> Isolasi Sosial ( Causa ) -> GPS : Halusinasi pendengaran (Core Problem ) -> Risiko perilaku kekerasan ( Effect )

b.      Diagnosa keperawatan
 Gangguan sensori persepsi : Halusinasi pendengaran



BAB III
LANDASAN TEORI

1.    Proses terjadinya masalah
A.    Pengertian
Ø  Menurut Cook dan  Fontaine (1987) Perubahan persepsi sensori :Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan persepsi sensori, seperti merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghiduan. Klien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada, selainitu perubahan persepsi sensori halusinasi bisa juga disrtikan sebagai persepsi sensori tentang suatu objek gambaran dan fikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar meliputi semua system penginderaan ( pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan).
Ø  Menurut Depkes RI (2000) Halusinasi adalah keadaan dimana individu menginterpretasikan stressor yang tidak ada stimulus dari lingkungan.
Ø  Menurut Hawari (2001) Halusinasi adalah pengalaman panca indra tanpa adanya rangsangan atau stimulus (Hawari, 2001 ).
Ø  Menurut Videbeck (2000) Halusinasi adalah persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal yang tidak realita atau tidak ada.
Ø  Menurut Towsend (1998) Halusinasi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami perubahan pada stimulus yang mendekat disertai dengan suatu pengurangan berlebih-lebihan atau kelainan respon terhadap stimulus

B.     Teori yang menjelaskan halusinasi (Stuart dan sundeen, 1995)
Ø  Teori biokimia
Terjadi sebagai respon metabolisme terhadap stres yang mengakibatkan terlepasnya zat halusinogenik neurotik (buffofenon dan dimethytransferase).
Ø  Teori psikoanalisis
Merupakan respons pertahanan ego untuk melawan rangsangan dari luar yang mengancam dan ditekan untuk muncul dalam alam sadar.

C.     Jenis halusinasi serta data objektif dan subjektif

Jenis halusinasi
Data objektif
Data subjektif
Halusinasi dengar
Klien mendengar suara atau bunyi yang tidak ada hubungan dengan stimulus yang nyata atau lingkungan.

Ø Bicara atau tertawa sendiri
Ø Marah-marah tanpa sebab
Ø Mendekatkan telinga ke arah tertentu
Ø Menutup telinga.

Ø Mendengar suara-suara atau kegaduhan
Ø Mendengarkan suara yang mengajak bercakap-cakap
Ø Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya.
Halusinasi penglihatan
Klien melihat gambaran yang jelas atau samar terhadap adanya stimulus yang nyata dari lingkungan dan orang lain tidak melihat
Ø Menunjuk-nunjuk kearah tertentu
Ø Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas.
Ø Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, kartun, melihat hantu, atau moster.
Halusinasi penciuman
Klien mencium sesuatu bau yang muncul dari sumber tertentu tanpa stimulus yang nyata.
Ø Mengendus-endus seperti sedang membaui bau-bauan tertentu.
Ø Menutup hidung.
Membaui bau-bauan seperti bau darah, urine, feses, dan terkadang bau-bau tersebut menyenangkan bagi klien
Halusinasi pengecapan
Klien merasakan sesuatu yang tidak nyata,biasanya merasakan rasa makanan yang tidak enak.
Ø Sering meludah
Ø Muntah
Ø Merasakan rasa urine, darah, atau feses.
Halusinasi perabaan
Klien merasakan sesuatu pada kulitnya tanpa ada stimulus yang nyata
Ø  Menggaruk-garuk permukaan kulit

Ø Mengatakan ada serangga dipermukaaan kulit
Ø Merasa seperti tersengat listrik.
Halusinasi kinestetik
Klien merasa badannya bergerak dalam suatu ruangan atau anggota badannya bergerak.
Ø  Memegang kakinya yang dianggapnya bergerak sendiri

Ø  Mengatakan badannya melayang di udara.

Halusinasi viseral
Perasaan tertentu timbul dalam tubuhnya.
Ø  Memegang badannya yang dianggap brubah bentuk dan tidak normal seperti biasanya.
Ø  Mengatakan perutnya menjadi mengecil setelah minum soft drink.

D.    Faktor predisposisi dan presipitasi
Menurut May Durant Thomas ( 1991 ) halusinasi dapat terjadi pada klien dengan gangguan jiwa seperti skizofrenia, depresi atau keadaan delilirium, demensia, dan kondisi yang berhubungan dengan penggunaan alkohol dan substansi lainnya. Halusinasi juga dapat dialami sebagai efek samping dari berbagai pengobatan yang meliputi antidepresi, antikolinrgik, antiinflamasi dan antibiotik, sedangkan obat – obatan halusinogenik dapat membuat terjadinya halusinasi sama seperti pemberian obat diatas. Halusinasi juga dapat terjadi pada keadaan individu normal, yaitu pada individu yang mengalami isolasi, perubahan sensorik seperti kebutaan, kurang pendengaran atau adanya masalah pada pembicaraan. Penyebab halusinasi pendengaran tidak diketahui secara spesifik, namun banyak faktor yang mempengaruhinya seperti biologis, psikologis, sosial budaya dan stressor pencetusnya adalah stres lingkungan, biologis, psikologis, pemicu masalah, sumber-sumber koping dan mekanisme koping.

1.      Faktor predisposisi
Faktor predisposisi adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stres. Diperoleh baik dari klien maupun keluarganya. Faktor predisposisi dapat meliputi :
a.       Faktor perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan interpersonal terganggu, maka individu akan mengalami stres dan kecemasan.
b.      Faktor sosiokultural
Berbagai faktor dimasyarakat dapat menyebabkan seseorang merasa disingkirkan, sehingga orang tersebut merasa kesepian di lingkungan yang membesarkannya.
c.       Faktor biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Jika seseorang mengalami stres yang berlebihan, maka di dalam tubuhnya akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti buffofenon dan dimethytranferase.
d.      Faktor psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran ganda bertentangan yang sering diterima oleh seseorang akan mengakibatkan stres dan kecemasan yang tinggi dan berakhir pada gangguan orientasi realitas.
e.       Faktor genetik
Gen yang berpengaruh dalam skizofrenia belum diketahui, tetapi hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.

2.      Faktor presipitasi
Faktor presipitasi yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan, ancaman, atau tuntutan yang memerlukan energi ekstra untuk menghadapinya. Adanya rangsangan dari lingkungan, seperti partisipasi klien dalam kelompok, terlalu lama tidak diajak komunikasi, objek yang ada dilingkungan, dan juga suasana sepi atau terisolasi sering menjadi pencetus terjadinya halusinasi. Hal tersebut dapay meningkatkan stres dan kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat halusinogenik.
Menurut Stuart & sundeen ( 1991 ) faktor presipitasi halusinasi adalah :
Ø  Faktor biologis
Stressor biologis yang berhubungan dengan respon neurobiologis yang maladptif termasuk :
-          Gangguan dalam peraturan umpan balik otak yang mengatur proses informasi
-          Abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan secara selektif menanggapi rangsangan
Ø  Stres lingkungan
Secara biologis menetapkan ambang terhadap toleransi stres yang berinteraksi dengan stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.


Ø  Pemicu gejala
Pemicu yang biasanya terdapat pada respon neurobiologis yang maladaptif berhubungan dengan kesehatan, lingkungan, sikap dan perilaku individu

E.     Perilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa rasa curiga, takut, tidak aman, gelisah dan bingung, berprilaku yang merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan, serta tidak dapat membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Rawlins dan H eacock (1993) mencoba memecahkan masalah halusinasi berlandaskan atas hakikat keberadaan seseorang individu sebagai makhluk yang dibangun atas dasar unsur-unsur biologi, psikologi, sosiokultural, spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi yaitu :
1.      Dimensi fisik
Manusia dibangun oleh sistem indra untuk menggapai rangsangan eksternal yang diberikan oleh lingkungannya. Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi, alkohol, dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.
2.      Dimensi emosional.
Perasaan cemas yang berlebihankarena problem atau masalah yang tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga berbuat sesuatu terhadap ketakutannya.
3.      Dimensi intelektual
Dimensi intelektual menerangkan bahwa individu yang mengalami halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls menekan, tetapi pada saat tertentu menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tidak jarang akan mengontrol semua perilaku klien.
4.      Dimensi sosial
Dimensi soisal paa individu mengalmi halusinasi menunjukkan kecenderungan untu kmenyendiri. individu asik dengan hakusinasinya seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan sistem kontrol oleh inividu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi berupa ancaman, maka hal tersebut dapat mengancam dirinya atau orang lain. Oleh karena itu, aspek penting dalam melaksanakan intervnsi keperawtan pada klin yang mengalami halusinasi adalah dengan mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan pengalaman interpersonal yang memuaskan, serta mengusahakan agar klien tidak menyendiri. Jika klien selalu berinteraksi dengan lingkungannya diharapkan halusinasi tidak terjadi.
5.      Dimensi spiritual
Manusia diciptakan tuhan sebagai makhluk sosial, sehingga interaksi dengan manusia lainnya merupakan knutuhan yang mendasar. Klien yang mengalami halusinasi cenderung menyendiri hingga proses di atas tidak terjadi. Individu tidak sadar dengan keberadaannya dan halusinasi menjadi sistem kontrol dalam individu tersebut. Saat halusinasi menguasai dirinya, indiidu kehilangn kontrol terhadap kehidupan nyata.

F.      Sumber koping
Sumber koping merupakan suatu evaluasi terhadap piliha koping dan strategi seseorang. Individu dapat megatasi stress dan ansietas dengan mngguankan sumber koping yang ada dilingkungannya. Sumber koping tersebut dijadikan sebagai modal untuk menyelesaikan masalah. Dukungan sosial dan keyakinan budaya dapat membantu seseorang mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stress dan mengadopsi strategi koping yang efektif.

G.    Mekanisme koping
Mekanisme koping merupakan tiap upaya yang diarahkan pada pengendalian stres, termasuk upaya penyelesaian masalah secara langsung dan mekanisme pertahanan lain yang digunakan untuk melindungi diri.

H.    Tahapan Halusinasi
·         Tahap I (Non-Psikotik)
Pada tahap ini, halusinasi mampu memberikan rasa nyaman pada klien, tingkat orientasi sedang. Secara umum pada tahap ini halusinasi merupakanhal yang menyenangkan bagi klien.

Karakteristik:
a.       Mengalami kecemasan, kesepian, rasa bersalah, dan ketakutan.
b.      Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan kecemasan.
c.       Pikiran dan pengalaman sensorik masih ada dalam kontrol kesadaran.
Perilaku yang muncul:
a.       Tersenyum atau tertawa sendiri.
b.      Menggerakkan bibir tanpa suara.
c.       Pergerakan mata yang cepat.
d.      Respon verbal lambat, diam dan berkonsentrasi.

·         Tahap II (Non-Psikotik)
Pada tahap ini biasanya klien bersikap menyalahkan dan mengalami tingkat kecemasan berat. Secara umum halusinasi yang ada dapat menyebabkan antipasti.
Karakteristik:
a.       Pengalaman sensori menakutkan atau merasa dilecehkan oleh pengalaman tersebut.
b.      Mulai merasa kehilangan kontrol.
c.       Menarik diri dari orang lain.
Perilaku yang muncul:
a.       Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan, dan tekanan darah.
b.      Perhatian terhadap lingkungan menurun.
c.       Konsentrasi terhadap pengalaman sensoripun menurun.
d.      Kehilangan kemampuan dalam membedakan antara halusinasi dan realita.
·         Tahap III (Psikotik)
Klien biasanya tidak dapat mengontrol dirinya sendiri, tingkat kecemasan berat, dan halusinasi tidak dapt ditolaklagi.
Karakteristik:
a.       Klien menyerah dan menerima pengalaman sensorinya.
b.      Isi halusinasi menjadi atraktif.
c.       Klien menjadi kesepianbila pegalaman sensori berakhir.
Prilaku yang muncul:
a.       Klien menuruti perintah halusinasi.
b.      Sulit berhubungan dengan orang lain.
c.       Perhatian terhadap lingkungan sedikit atau sesaat.
d.      Tidak mampu mengikuti perintah yang nyata.
e.       Klien tampak tremor dan berkeringat.
·         Tahap IV (Psikotik)
Klien sudah sangat dikuasai oleh halusinasi dan biasanya klien terlihat panik.
Perilaku yang muncul:
a.       Resiko tinggi mencederai.
b.      Agitasi/kataton.
c.       Tidak mampu
d.       merespon rangsangan yang ada.

Masalah keperawatan yang menjadi penyebab munculnya halusinasi adalah harga diri rendah dan isolasi sosial (stuart & laraia, 1998). Akibat HDR dan kurangnya keterampilan mengakibatkan sosial klien menjadi menarik diri dari lingkungan, selanjutnya klien akan lebih terfokus pada dirinya sendiri. Stimulus internal akan menjadi lebih dominan daripada stimulus eksternal. Klien lama kelamaan akan kehilangan kemampuan membedakan stimulus internal dan eksternal, hal inilah yang memicu terjadinya halusinasi.
Kondisi nyata yang dialami pasien Tn. G yang dirawat diruang merpati adalah pasien mengalami halusinasi pendengaran yang disebabkan oleh isolasi sosial menarik diri yang berawal dari perasaan rendah dirinya karena wajahnya yang rusak akibat kecelakaan. Kemungkinan yang timbul dari halusinasinya adalah perilaku kekerasan karena klien takut dengan isi suara halusinasinya.



2.      Tindakan keperawatan
A.    tindakan keperawatan untuk pasien
-          tujuan tindakan
1.      Bina hubungan saling percaya
2.      Pasien mengenali halusinasi yang dialamainya
3.      Pasien dapat mengontrol halusinasinya
4.      Pasien mengikuti program secara optimal.

-          tindakan yang dilakukan
1.      Membina hubungan saling percaya
-          Mengucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan pasien
-          Berkenalan dengan pasien
-          Menanyakan perasaan klien dan keluhan saat ini
-          Buat kontrak asuhan : apa yang akan dilakukan bersama pasien, berapa lama akan dikerjaan, dan tempatnya dimana
-          Jelaskan bahwa akan merahasiakan informasi yang diperoleh untuk kepentingan terapi
-          Setiap saat tunjukkan sikap empati terhadap pasien
-          Penuhi kebutuhan dasar pasien.
2.      Membantu pasien mengenali halusinasinya
Dapat dilakukan dengan cara berdiskusi dengan pasien tentang isi halusinasi, waktu terjadinya halusinasi, frekuensi, situasi yang menyebabkan, dan respon yang dapat menyebabakan halusinasi.
3.      Melatih pasien mengontol halusinasi.
-          Menghardik halusinasi
Menghardik halusinasi adalah upaya mengendalikan diri terhadap halusinasi dengan cara menolak halusinasi yang muncul. Tahapan tindakan meliputi :
a)      Menjelaskan cara menghardik halusinasi
b)      Memperagakan cara menghardik halusinasi
c)      Meminta klien memperagakan ulang
d)     Memantau penerapan cara ini.
-          Bercakap-cakap dengan orang lain
Ketika pasien bercakap-cakap dengan orang lain maka terjadi distraksi, fokus perhatian pasien akan beralih dari halusinasi ke percakapan yang dilakukan dengan orang lain tersebut. Sehingga salah satu cara yang efektif untuk mengontrol halusinasi adalah dengan bercakap-cakap dengan orang lain. 
-          Melakukan aktifitas yang terjadwal
Dengan aktifitas yang terjadwal, pasien tidak akan mengalami banyak waktu luang sendiri yang seringkali mencetuskan halusinasi. Untuk itu pasien yang mengalami halusinasinya dengan cara beraktivitas secara teratur dari bangun pagi sampai tidur malam, tujuh hari dalam seminggu.
Tahapan intervensinya sebagai berikut :
a)      Menjelaskan pentingnya aktivitas  yang teratur untuk mengatasi halusinasinya
b)      Mendiskusikan aktifitas yang biasa dilakukan oleh pasien
c)      Melatih pasien melakukan aktivitas
d)     Menyusun jadwal aktifitas sehari-hari sesuai dengan aktifitas yang telah dilatih.
e)      Membantu pelaksanaan jadwal kegiatan, memberi penguatan terhadap terhadap perilaku pasien yang positif.
4.      Menggunakan obat secar teratur
Tindakan keperawatan agar pasien patuh menggunakan obat :
-          Jelaskan guna obat
-          Jelaskan akibat putus obat
-          Jelaskan cara mendapatkan obat
-          Jelaskan cara menggunakan obat dengan prinsip 6 benar.

B.     Tindakan keperawatan untuk keluarga
-          Tujuan tindakan
Keluarga dapat merawat klien dirumah dan menjadi system pendukung yang efektif bagi klien.

-          Tindakan yang dilakukan
1.      Diskusikan nasalah yang dihadapi keluarga dalam merawat klien
2.      Berikan pendidikan kesehatan mengenai pengertian halusinasi, jenis halusinasi yang dialami klien, tanda dan gejala, halusinasi, proses terjadinya halusinasi, dan cara merawat pasien dengan halusinasi
3.      Berikan kepada keluarga kesempatan untuk memperagakan cara merawat klien dengan halusinasi langsung dihadapan klien
4.      Buat perencanaan pulang dengan keluarga

BAB IV
PELAKSANAAN TINDAKAN

1.      Diagnosa keperawatan :Gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran
2.      Tujuan umum yang didapatkan dari hasil tindakan keperawatan adalah pasien mengenali halusinasi yang dialamainya, pasien dapat mengontrol halusinasinya, pasien mengikuti program pengobatan secara optimal.
3.      Tindakan pengkajian yang dilakukan
Tindakan yang telah dilakukan pengkaji terhadap Tn. G adalah:
a.       Membina hubungan saling percaya pada pasien, dapat dilakukan dengan cara mengucapkan salam, berkenalan dengan pasien, buat kontrak yang jelas, dan dengarkan ungkapan klien dengan empati. Tindakan yang dilakukan untuk mendengarkan ungkapan klien dengan empati adalah dengan cara mendengar keluhan, tidak membantah atau mendukung, segera menolong jika pasien membutuhkan perawat.
b.      Membantu pasien mengenali halusinasinya dapat dilakukan dengan cara jika klien tidak sedang mengalami halusinasi, diskusikan isi, waktu, frekuensi, dan diskusikan hal yang menimbulkan halusinasi. Selain itu, tindakan berikutnya adalah diskusikan apa yang dilakukan jika halusinasi timbul, diskusikan dampak jika klien menikmati halusinasi, diskusikan perasaan klien saat menalami halusinasi
c.       Melatih klien mengendalikan halusinasi dapat dilakukan dengan cara identifikasi cara yang dilakukan klien untuk mengendalikan halusinasi, diskusikan cara yang digunakan, bila adaptif  berikan pujian, diskusikan cara mengendalikan halusinasi. Ada 4 tindakan yang bisa dilakukan untuk mendiskusikan cara mengendalikan halusinasi, cara yang pertama  adalah dengan menghardik halusinasi. Menghardik halusinasi dilakukan pengkaji saat klien sedang mengalami halusinasi dengan mengatakan pada diri “ saya tidak mau dengar atau lihat kamu!”. Tujuannya untuk meningkatkan kendali diri, tidak mengikuti halusinasi. Caranya perawat menjelaskan cara menghardik, dan meminta pasien memperagakan ulang, kemudian perawat memantau penerapan cara ini. Cara yang kedua yang dilakukan pengkaji adalah dengan berbincang dengan orang lain. Cara ini dilakukan pengkaji ketika kondisi klien akan mengalami halusinasi(tanda- tanda awal halusinasi). Tujuannya dengan berbicara dengan orang lain bias memaparkan pada stimulus eksternal dan menurunkan fokus perhatian pada stimulus internal (halusinasi).

4.      Evaluasi dan tindak lanjut
Evaluasi dibuat dalam bentuk S (subjektif), O (objektif), A (analisa), P (perencanaan).
a.       Pengkajian pertama ( 2 mei 2011)
Dalam  kasus Tn. G, evaluasi yang dilakukan oleh pengkaji pada hari pertama pengkajian adalah data subjektif yang didapat berupa klien mengatakan suara yang membuatnya takut sudah jarang terdengar. Klien juga menyatakan sudah diajarkan 3 cara oleh perawat sebelumnya mengenai cara mengontrol halusinasinya. Data objektif yang didapat berupa klien sesekali terlihat berbicara sendiri. Ketika disuruh mempraktekkan tiga cara mengontrol halusinasi, klien dapat melakukannya dengan baik.Analisa data yang didapat berupa SP1, SP2, SP3 yang diajarkan perawat sebelumnya berhasil. Perencanaan tindak lanjut berupa Ajarkan SP 4.
b.      Pengkajian kedua ( 3 mei 2011)
Dalam  kasus Tn. G, evaluasi yang dilakukan oleh pengkaji pada hari kedua pengkajian adalah data subjektif yang didapat berupa klien mengatakan ingat nama obat yang dikonsumsinya dan kegunaan dari masing masing obat tersebut. Data objektif yang didapat berupa klien dapat menyebutkan dengan benar nama nama obat yang dikonsumsinya dan klien dapat menyebutkan dengan benar guna dari masing masing obat yang dikonsumsinya. Analisa data yang didapat berupa SP4 halusinasi berhasil dikuasai klien. Perencanaan tindak lanjut berupa klien minum pobat rutin sesuai jadwal yang telah ditetapkan


BAB V
PEMBAHASAN


1.      Perbedaan kondisi klien dengan teori.
Kondisi klien yang saya kelola selama 2 hari memiliki beberapa perbedaan dengan teori yang didapatkan, terutama dalam kondisi klien. Dimana Tn. G mengalami halusinasi yang tidak begitu mengganggu perasaannya. Ketika ditanya mengenai halusinasinya, klien berkata bahwa iya tidak lagi memiliki halusinasi. Namun dari pengamatan saya dan teman sejawat, klien masih sering terlihat berbicara sendiri dan tersenyum sendiri. Dapat dikategorikan bahwa halusinasi klien untuk saat ini berada pada tahap satu dimana menurut teori karakteristik pasien dengan halusinasi tingkat I berupa klien akan mengalami ansietas, kesepian, rasa bersalah dan ketakutan. Selain itu klien akan mencoba berfokus pada fikiran yang dapat menghilangkan ansietas, serta pikiran dan pengalaman sensori masih dalam kontrol kesadaran. Sedangkan kondisi klien yang saya kelola berbeda dengan karakteristik yang seharusnya dialami pada halusinasi tingkat I. Tn. G tidak mengalami rasa kesepian, rasa bersalah dan ketakutan. Dia malah tersenyum dengan halusinasinya dan dia dapat melakukan banyak kegiatan untuk saat ini. Dia bisa bersosialisasi dengan orang lain dengan baik. Untuk masalah perilaku yang muncul, Tn. G tidak ada perbedaan dengan teori.
2.      Hambatan yang ditemukan
a.       Membina trust adalah hal yang paling sulit dilakukan karena klien tidak mudah membuat klien percaya pada kita terbukti dari kebohongan klien terhadap perawat seperti mengenai halusinasinya
b.      Dalam melakukan tindakan keperawatan pengkaji kesulitan dalam meyakinkan klien untuk mau menghilangkan suara halusinasi tersebut.
c.       Klien sering tidak berada diruangan ketika akan dilakukan pengkajian. Klien sering jalan jalan.



BAB VI
PENUTUP

1.      Kesimpulan
Halusinasi pendengaran adalah halusinasi terbanyak yang diderita.
Membina trust adalah hal yang sedikit sulit namun merupakan jalan yang terbaik untuk melakukan pengkajian kepasien.
Dari beberapa hari praktek di RSJ didapatkan bahwa tidak semua yang ada diteori ditemukan dilahan praktek. Dilahan praktek yang ditemukan adalah masalah keperawatan yang kompleks. Dimana kita sebagai perawat harus mengkaji lebih dalam lagi untuk mendapatkan masalah utama dan untuk merencanakan tindakan yang akan dilakukan untuk menyelesaikan masalah pasien.

2.      Saran
Pengkaji harus benar-benar tau semua teori tentang masalah keperawatan pada pasien jiwa sebelum melakukan pengkajian yang lebih dalam agar pengkaji mudah menetapkan masalah utama pasien dan pengkaji tidak salah menegakkan diagnosa. Sehingga pengkaji bisa merencanakan tindakan keperawatan yang akan dilakukan untuk menyelesaikan masalah pasien.


DAFTAR PUSTAKA

Fitria, N (2009). Prinsip dasar dan aplikasi penulisan laporan pendahuluan dan strategi pelaksanaan tindakan keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Stuart, G.W., dan Laraia, (1998).  Principles and practice of psychiatric Nursing.St. Louis: Mosby year book.
Stuart & Sundeen (1991). Buku saku keperawatan jiwa. Ed Ke 3. Jakarta : EGC
Townsend, M. C. (1995). Buku saku diagnosa keperawatan pada keperawatan psikiatri: pedoman untuk pembuatan rencana perawatan ( ed. Indonesia). Jakarta: EGC.
Videbeck. L, Sheila. (2008). Buku ajar keperawatan jiwa. Jakarta:EGC

2 comments:

  1. mantap gan infonya... update terus ya.... salam sejawat,...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terimakasih kunjungannya gan..
      Salam sejawat...

      Delete