BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Gangguan jiwa dalam berbagai
bentuk adalah penyakit yang sering dijumpai pada semua lapisan masyarakat.
Penyakit ini dialami oleh siapa saja, tidak memandang jenis kelamin, usia,
serta status sosial. Gangguan jiwa dapat mempengaruhi fungsi kehidupan
seseorang, seperti aktivitas penderita, kehidupan sosial, pekerjaan serta
hubungan dengan keluarga dapat menjadi terganggu. Karena gejala ansietas,
depresi, dan psikosis.
Salah satu tanda gejala dari
skizofrenia adalah terjadinya halusinasi. Halusinasi merupakan bentuk yang
paling sering terjadi dari gangguan persepsi. Halusinasi merupakan salah satu
gangguan persepsi, dimana terjadi pengalaman panca indera tanpa adanya
ransangan sensorik ( persepsi yang salah). Dengan kata lain, klien berespon
terhadap ransangan yang tidak nyata yang hanya dirasakan oleh klien dan tidak
dapat dibuktikan. Dampak dari halusinasi ini adalah pasien sulit berespon
terhadap emosi, perilaku pasien menjadi tidak terkendali, dan akhirnya pasien
mengalami isolasi sosial karena tidak mampu bersosialisasi dengan orang lain.
Seorang dengan gangguan jiwa
yang dirawat di rumah sakit jiwa membutuhkan perawatan yang baik agar gangguan
yang terjadi dapat diatasi. Seorang perawat dituntut mampu melakukan asuhan keperwatan
yang sesuai dengan permasalahan yang dialami pasien.
Penanganan pada klien dengan
masalah kesehatan jiwa merupakan tantangan yang unik karena masalah kesehatan
jiwa mungkin tidak dapat dilihat secara langsung, seperti pada masalah
kesehatan fisik yang memperlihatkan berbagai macam gejala dan disebabkan
berbagai hal kejadian masa lalu yang sama dengan kejadian saat ini, tetapi
mungkin muncul gejala yang berbeda banyak klien dengan masalah kesehatan jiwa
tidak dapat menceritakan masalahnya bahkan mungkin menceritakan hal yang
berbeda dan kontradiksi. Kemampuan mereka untuk berperan dan menyelesaikan
masalah juga bervariasi (Keliat, 2002).
Pada hari rabu, tanggal 27 april 2011,
PKK1 gelombang 2 memulai dinas pertama di RSJ yang bernama T dikota P. Saya
bersama kelompok 2 praktek di ruang mawar. Dihari pertama (27 April 2011) saya
melakukan pengkajian terhadap Tn. A, namun karena ada hambatan yakni klien
tidak dapat mengerti dan menggunakan bahasa Indonesia, maka kepala ruangan
mawar memutuskan saya mengganti pasien yang saya kaji ke Tn. Z. Dihari kedua
dan ketiga saya mengkaji Tn. Z. dihari keempat, saya bertugas mengkaji pasien
di ruang UPIP yakni Tn. A. dihari ke lima dinas, saya kembali menangani pasien
baru, karena Tn. Z(ruang mawar) yang harusnya saya tangani telah pulang. Dan
kepala ruangan mawar pun memutuskan saya menangani pasien bari yakni Tn. G di
ruang Merpati. Dan saya pun mengkaji Tn. G untuk hari ke lima dan keenam.
2. Tujuan
a. Tujuan umum
Untuk
mendapatkan gambaran tentang penerapan proses keperawatan pada klien Tn. G dengan halusinasi pendengaran di ruang Merpati rumah sakit jiwa tampan Pekanbaru.
b.
Tujuan Khusus
Tujuan khusus yang didapatkan adalah:
1. Dapat melakukan pengkajian analisa
data, merumuskan masalah keperawatan, membuat pohon masalah, menetapkan pohon
masalah, menetapkan diagnosa keperawatan pada Tn. G dengan halusinasi pendengaran di ruang Merpati RSJ tampan Pekanbaru.
2. Dapat menyusun rencana tindakan
keperawatan untuk memenuhi kebutuhan klien dan mengatasi masalah klien.
3. Dapat mengimplementasikan rencana
tindakan keperawatan yang nyata sesuai dengan diagnosa keperawatan yang telah
ditegakkan.
4. Dapat menilai hasil (mengevaluasi)
tindakan keperawatan yang telah dilakukan.
5. Dapat melakukan pendokumentasian asuhan
keperawatan.
BAB II
GAMBARAN KASUS
1. Pengkajian
Tn.G Usia 31 tahun berjenis kelamin laki-laki, beragama Kristen, dengan
nomor RM 04-65-84 masuk ke Rumah Sakit Jiwa Tampan (RSJ Tampan) di ruang
Merpati pada tanggal 20 april 2011. Klien masuk dengan keluhan sering tertawa
sendiri, kurang tidur, putus obat sejak lebih kurang 4 bulan yang lalu. Ia
sering mendengar suara suara yang membuatnya risih. Salah satu yang ditakuti
klien dari suara tersebut adalah suara itu melarang klien tidur. Katanya suara
itu mengancam akan membakar rumah klien jika klien tidur sehingga klien takut
untuk tidur.
Dari hasil wawancara didapatkan bahwa ini adalah kali keduanya klien
dirawat di RSJ. Sebelumnya sekitar bulan desember 2011 klien juga pernah
dirawat di RSJ tampan dengan keluhan mendengar suara suara. Klien adalah anak
keempat dari enam bersaudara. Klien sekarang tinggal bersama ibunya. Ayah dari
klien sudah meninggal dunia. Saat ini klien merasa kurang pantas bergaul dengan
orang lain karena klien merasa dirinya jelek dan memiliki mata yang buta. Klien
sering merendah karena ia menganggap apalah arti seorang pengangguran untuk
ibunya dimana klien kadang bekerja sebagai buruh kasar. Klien pernah memiliki
cita cita untuk menjadi seorang polisi hutan. Ketika ditanya siapa orang yang
berarti baginya, klien menjawab ibunya.
Klien pernah melakukan beberapa tindakan kriminal seperti melempari rumah
tetangga dan klien juga pernah membakar
selimut tidur ibunya karena ia menuduh ibunya selingkuh, dimana suara yang
didengarnya lah yang menyuruhnya melakukan hal tersebut. Dari riwayat keluarga,
klien tidak memiliki keluarga yang sebelumnya mengalami gangguan yan jiwa.
Klien memiliki riwayat pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan yakni
kecelakaan lebih kurang 5 tahun yang lalu yang menyebabkan butanya mata kiri
klien dan mata kanan klien rabun. Ketika dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan
TD 130/80 mmHg, HR 70 X/menit, Suhu 36,5ºC dan RR 20 X/menit.
2. Masalah keperawatan
No
|
Analisa Masalah
|
Masalah
Keperawatan
|
1.
|
DS :
-
Klien
mengatakan kadang kadang mendengar suara tanpa wujud
DO :
-
Klien
terlihat ngomong sendiri
-
Klien
terlihat tersenyum sendiri
|
Ø GPS : Halusinasi
|
2.
|
DS :
-
Klien
mengatakan pernah melempar rumah tetangga
-
Klien
mengatakan pernah membakar selimut
|
Ø Risiko perilaku kekerasan
|
3.
|
DO:
-
Ekspresi
wajah kurang berseri
-
Aktifitas
menurun
-
Rendah
diri
-
Kurang
berenergi atau bertenaga
|
Ø Isolasi sosial
|
4.
|
DS:
-
Klien
menyatakan wajahnya jelek
-
Klien
menyatakan tidak ada yang mau dengannya
DO:
-
Menunduk
ketika berbicara
-
Mengkritik
diri sendiri
|
Ø Gangguan konsep diri : Harga diri rendah
|
3. a. Pohon masalah
Gangguan konsep diri : Harga diri rendah -> Isolasi Sosial ( Causa
) -> GPS : Halusinasi
pendengaran (Core Problem ) -> Risiko perilaku kekerasan ( Effect )
b. Diagnosa
keperawatan
Gangguan
sensori persepsi : Halusinasi pendengaran
BAB III
LANDASAN TEORI
1. Proses
terjadinya masalah
A.
Pengertian
Ø Menurut Cook dan Fontaine (1987) Perubahan persepsi sensori :Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien
mengalami perubahan persepsi sensori, seperti merasakan sensasi palsu berupa
suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghiduan. Klien merasakan stimulus yang sebetulnya
tidak ada, selainitu perubahan persepsi sensori halusinasi bisa juga disrtikan
sebagai persepsi sensori tentang suatu objek gambaran dan fikiran yang sering
terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar meliputi semua system penginderaan (
pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan).
Ø Menurut Depkes RI (2000) Halusinasi adalah
keadaan dimana individu menginterpretasikan stressor yang tidak ada stimulus
dari lingkungan.
Ø Menurut Hawari (2001) Halusinasi
adalah pengalaman panca indra tanpa adanya rangsangan atau stimulus (Hawari,
2001 ).
Ø Menurut Videbeck (2000) Halusinasi
adalah persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal yang tidak realita
atau tidak ada.
Ø Menurut Towsend (1998) Halusinasi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami perubahan pada stimulus yang
mendekat disertai dengan suatu pengurangan berlebih-lebihan atau kelainan
respon terhadap stimulus
B.
Teori yang menjelaskan halusinasi
(Stuart dan sundeen, 1995)
Ø Teori biokimia
Terjadi sebagai respon metabolisme terhadap
stres yang mengakibatkan terlepasnya zat halusinogenik neurotik (buffofenon dan
dimethytransferase).
Ø Teori psikoanalisis
Merupakan respons pertahanan ego untuk melawan
rangsangan dari luar yang mengancam dan ditekan untuk muncul dalam alam sadar.
C.
Jenis halusinasi serta data
objektif dan subjektif
Jenis halusinasi
|
Data objektif
|
Data subjektif
|
Halusinasi dengar
Klien
mendengar suara atau bunyi yang tidak ada hubungan dengan stimulus yang nyata
atau lingkungan.
|
Ø Bicara atau tertawa sendiri
Ø Marah-marah tanpa sebab
Ø Mendekatkan telinga ke arah
tertentu
Ø Menutup telinga.
|
Ø Mendengar suara-suara atau
kegaduhan
Ø Mendengarkan suara yang
mengajak bercakap-cakap
Ø Mendengar suara menyuruh
melakukan sesuatu yang berbahaya.
|
Halusinasi penglihatan
Klien
melihat gambaran yang jelas atau samar terhadap adanya stimulus yang nyata
dari lingkungan dan orang lain tidak melihat
|
Ø Menunjuk-nunjuk kearah
tertentu
Ø Ketakutan pada sesuatu yang
tidak jelas.
|
Ø Melihat bayangan, sinar,
bentuk geometris, kartun, melihat hantu, atau moster.
|
Halusinasi penciuman
Klien
mencium sesuatu bau yang muncul dari sumber tertentu tanpa stimulus yang
nyata.
|
Ø Mengendus-endus seperti
sedang membaui bau-bauan tertentu.
Ø Menutup hidung.
|
Membaui bau-bauan seperti bau
darah, urine, feses, dan terkadang bau-bau tersebut menyenangkan bagi klien
|
Halusinasi pengecapan
Klien merasakan
sesuatu yang tidak nyata,biasanya merasakan rasa makanan yang tidak enak.
|
Ø Sering meludah
Ø Muntah
|
Ø Merasakan rasa urine,
darah, atau feses.
|
Halusinasi perabaan
Klien
merasakan sesuatu pada kulitnya tanpa ada stimulus yang nyata
|
Ø Menggaruk-garuk permukaan
kulit
|
Ø Mengatakan ada serangga
dipermukaaan kulit
Ø Merasa seperti tersengat
listrik.
|
Halusinasi kinestetik
Klien
merasa badannya bergerak dalam suatu ruangan atau anggota badannya bergerak.
|
Ø Memegang kakinya yang
dianggapnya bergerak sendiri
|
Ø Mengatakan badannya
melayang di udara.
|
Halusinasi viseral
Perasaan
tertentu timbul dalam tubuhnya.
|
Ø Memegang badannya yang
dianggap brubah bentuk dan tidak normal seperti biasanya.
|
Ø Mengatakan perutnya menjadi
mengecil setelah minum soft drink.
|
D.
Faktor predisposisi dan presipitasi
Menurut May Durant Thomas ( 1991 ) halusinasi
dapat terjadi pada klien dengan gangguan jiwa seperti skizofrenia, depresi atau
keadaan delilirium, demensia, dan kondisi yang berhubungan dengan penggunaan
alkohol dan substansi lainnya. Halusinasi juga dapat dialami sebagai efek
samping dari berbagai pengobatan yang meliputi antidepresi, antikolinrgik,
antiinflamasi dan antibiotik, sedangkan obat – obatan halusinogenik dapat
membuat terjadinya halusinasi sama seperti pemberian obat diatas. Halusinasi
juga dapat terjadi pada keadaan individu normal, yaitu pada individu yang
mengalami isolasi, perubahan sensorik seperti kebutaan, kurang pendengaran atau
adanya masalah pada pembicaraan. Penyebab halusinasi pendengaran tidak
diketahui secara spesifik, namun banyak faktor yang mempengaruhinya seperti
biologis, psikologis, sosial budaya dan stressor pencetusnya adalah stres
lingkungan, biologis, psikologis, pemicu masalah, sumber-sumber koping dan
mekanisme koping.
1. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi adalah faktor resiko yang
mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu
untuk mengatasi stres. Diperoleh baik dari klien maupun keluarganya. Faktor
predisposisi dapat meliputi :
a.
Faktor perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan
hubungan interpersonal terganggu, maka individu akan mengalami stres dan
kecemasan.
b.
Faktor sosiokultural
Berbagai faktor dimasyarakat dapat menyebabkan
seseorang merasa disingkirkan, sehingga orang tersebut merasa kesepian di
lingkungan yang membesarkannya.
c.
Faktor biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan
jiwa. Jika seseorang mengalami stres yang berlebihan, maka di dalam tubuhnya
akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti
buffofenon dan dimethytranferase.
d.
Faktor psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis
serta adanya peran ganda bertentangan yang sering diterima oleh seseorang akan
mengakibatkan stres dan kecemasan yang tinggi dan berakhir pada gangguan
orientasi realitas.
e.
Faktor genetik
Gen yang berpengaruh dalam skizofrenia belum
diketahui, tetapi hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan
hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
2.
Faktor presipitasi
Faktor presipitasi yaitu stimulus yang
dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan, ancaman, atau tuntutan yang
memerlukan energi ekstra untuk menghadapinya. Adanya rangsangan dari
lingkungan, seperti partisipasi klien dalam kelompok, terlalu lama tidak diajak
komunikasi, objek yang ada dilingkungan, dan juga suasana sepi atau terisolasi
sering menjadi pencetus terjadinya halusinasi. Hal tersebut dapay meningkatkan
stres dan kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat halusinogenik.
Menurut Stuart & sundeen ( 1991 ) faktor presipitasi
halusinasi adalah :
Ø Faktor biologis
Stressor biologis yang berhubungan dengan
respon neurobiologis yang maladptif termasuk :
-
Gangguan dalam peraturan umpan
balik otak yang mengatur proses informasi
-
Abnormalitas pada mekanisme pintu
masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan secara selektif menanggapi
rangsangan
Ø Stres lingkungan
Secara biologis menetapkan ambang terhadap
toleransi stres yang berinteraksi dengan stressor lingkungan untuk menentukan
terjadinya gangguan perilaku.
Ø Pemicu gejala
Pemicu yang biasanya terdapat pada respon
neurobiologis yang maladaptif berhubungan dengan kesehatan, lingkungan, sikap
dan perilaku individu
E.
Perilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa
rasa curiga, takut, tidak aman, gelisah dan bingung, berprilaku yang merusak
diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan, serta tidak dapat
membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Rawlins dan H eacock (1993) mencoba
memecahkan masalah halusinasi berlandaskan atas hakikat keberadaan seseorang
individu sebagai makhluk yang dibangun atas dasar unsur-unsur biologi,
psikologi, sosiokultural, spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari lima
dimensi yaitu :
1.
Dimensi fisik
Manusia dibangun oleh sistem indra untuk
menggapai rangsangan eksternal yang diberikan oleh lingkungannya. Halusinasi
dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar
biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi, alkohol, dan
kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.
2.
Dimensi emosional.
Perasaan cemas yang berlebihankarena problem
atau masalah yang tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu
terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan.
Klien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga berbuat sesuatu
terhadap ketakutannya.
3.
Dimensi intelektual
Dimensi intelektual menerangkan bahwa individu
yang mengalami halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada
awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls
menekan, tetapi pada saat tertentu menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil
seluruh perhatian klien dan tidak jarang akan mengontrol semua perilaku klien.
4.
Dimensi sosial
Dimensi soisal paa individu mengalmi halusinasi
menunjukkan kecenderungan untu kmenyendiri. individu asik dengan hakusinasinya
seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial,
kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi
halusinasi dijadikan sistem kontrol oleh inividu tersebut, sehingga jika
perintah halusinasi berupa ancaman, maka hal tersebut dapat mengancam dirinya
atau orang lain. Oleh karena itu, aspek penting dalam melaksanakan intervnsi
keperawtan pada klin yang mengalami halusinasi adalah dengan mengupayakan suatu
proses interaksi yang menimbulkan pengalaman interpersonal yang memuaskan,
serta mengusahakan agar klien tidak menyendiri. Jika klien selalu berinteraksi
dengan lingkungannya diharapkan halusinasi tidak terjadi.
5.
Dimensi spiritual
Manusia diciptakan tuhan sebagai makhluk
sosial, sehingga interaksi dengan manusia lainnya merupakan knutuhan yang
mendasar. Klien yang mengalami halusinasi cenderung menyendiri hingga proses di
atas tidak terjadi. Individu tidak sadar dengan keberadaannya dan halusinasi
menjadi sistem kontrol dalam individu tersebut. Saat halusinasi menguasai
dirinya, indiidu kehilangn kontrol terhadap kehidupan nyata.
F.
Sumber koping
Sumber koping merupakan suatu evaluasi terhadap
piliha koping dan strategi seseorang. Individu dapat megatasi stress dan
ansietas dengan mngguankan sumber koping yang ada dilingkungannya. Sumber
koping tersebut dijadikan sebagai modal untuk menyelesaikan masalah. Dukungan
sosial dan keyakinan budaya dapat membantu seseorang mengintegrasikan
pengalaman yang menimbulkan stress dan mengadopsi strategi koping yang efektif.
G.
Mekanisme koping
Mekanisme koping merupakan tiap upaya yang diarahkan pada pengendalian
stres, termasuk upaya penyelesaian masalah secara langsung dan mekanisme
pertahanan lain yang digunakan untuk melindungi diri.
H.
Tahapan Halusinasi
·
Tahap I (Non-Psikotik)
Pada tahap ini, halusinasi mampu memberikan
rasa nyaman pada klien, tingkat orientasi sedang. Secara umum pada tahap ini
halusinasi merupakanhal yang menyenangkan bagi klien.
Karakteristik:
a.
Mengalami kecemasan, kesepian,
rasa bersalah, dan ketakutan.
b.
Mencoba berfokus pada pikiran yang
dapat menghilangkan kecemasan.
c.
Pikiran dan pengalaman sensorik
masih ada dalam kontrol kesadaran.
Perilaku
yang muncul:
a.
Tersenyum atau tertawa sendiri.
b.
Menggerakkan bibir tanpa suara.
c.
Pergerakan mata yang cepat.
d.
Respon verbal lambat, diam dan
berkonsentrasi.
·
Tahap II (Non-Psikotik)
Pada tahap ini biasanya klien bersikap
menyalahkan dan mengalami tingkat kecemasan berat. Secara umum halusinasi yang
ada dapat menyebabkan antipasti.
Karakteristik:
a.
Pengalaman sensori menakutkan atau
merasa dilecehkan oleh pengalaman tersebut.
b.
Mulai merasa kehilangan kontrol.
c.
Menarik diri dari orang lain.
Perilaku yang muncul:
a.
Terjadi peningkatan denyut
jantung, pernapasan, dan tekanan darah.
b.
Perhatian terhadap lingkungan
menurun.
c.
Konsentrasi terhadap pengalaman
sensoripun menurun.
d.
Kehilangan kemampuan dalam
membedakan antara halusinasi dan realita.
·
Tahap III (Psikotik)
Klien biasanya tidak dapat
mengontrol dirinya sendiri, tingkat kecemasan berat, dan halusinasi tidak dapt
ditolaklagi.
Karakteristik:
a.
Klien menyerah dan menerima
pengalaman sensorinya.
b.
Isi halusinasi menjadi atraktif.
c.
Klien menjadi kesepianbila
pegalaman sensori berakhir.
Prilaku
yang muncul:
a.
Klien menuruti perintah
halusinasi.
b.
Sulit berhubungan dengan orang
lain.
c.
Perhatian terhadap lingkungan
sedikit atau sesaat.
d.
Tidak mampu mengikuti perintah
yang nyata.
e.
Klien tampak tremor dan
berkeringat.
·
Tahap IV (Psikotik)
Klien sudah sangat dikuasai
oleh halusinasi dan biasanya klien terlihat panik.
Perilaku yang muncul:
a.
Resiko tinggi mencederai.
b.
Agitasi/kataton.
c.
Tidak mampu
d.
merespon rangsangan yang ada.
Masalah
keperawatan yang menjadi penyebab munculnya halusinasi adalah harga diri rendah
dan isolasi sosial (stuart & laraia, 1998). Akibat HDR dan kurangnya
keterampilan mengakibatkan sosial klien menjadi menarik diri dari lingkungan,
selanjutnya klien akan lebih terfokus pada dirinya sendiri. Stimulus internal
akan menjadi lebih dominan daripada stimulus eksternal. Klien lama kelamaan
akan kehilangan kemampuan membedakan stimulus internal dan eksternal, hal
inilah yang memicu terjadinya halusinasi.
Kondisi nyata yang dialami pasien Tn. G
yang dirawat diruang merpati adalah pasien mengalami halusinasi pendengaran
yang disebabkan oleh isolasi sosial menarik diri yang berawal dari perasaan
rendah dirinya karena wajahnya yang rusak akibat kecelakaan. Kemungkinan yang
timbul dari halusinasinya adalah perilaku kekerasan karena klien takut dengan
isi suara halusinasinya.
2.
Tindakan keperawatan
A. tindakan keperawatan untuk pasien
-
tujuan
tindakan
1.
Bina hubungan saling percaya
2.
Pasien mengenali halusinasi yang
dialamainya
3.
Pasien dapat mengontrol
halusinasinya
4.
Pasien mengikuti program secara
optimal.
-
tindakan
yang dilakukan
1.
Membina hubungan saling percaya
-
Mengucapkan salam setiap kali
berinteraksi dengan pasien
-
Berkenalan dengan pasien
-
Menanyakan perasaan klien dan
keluhan saat ini
-
Buat kontrak asuhan : apa yang
akan dilakukan bersama pasien, berapa lama akan dikerjaan, dan tempatnya dimana
-
Jelaskan bahwa akan merahasiakan
informasi yang diperoleh untuk kepentingan terapi
-
Setiap saat tunjukkan sikap empati
terhadap pasien
-
Penuhi kebutuhan dasar pasien.
2.
Membantu pasien mengenali
halusinasinya
Dapat dilakukan dengan cara berdiskusi dengan pasien tentang isi
halusinasi, waktu terjadinya halusinasi, frekuensi, situasi yang menyebabkan,
dan respon yang dapat menyebabakan halusinasi.
3.
Melatih pasien mengontol
halusinasi.
-
Menghardik halusinasi
Menghardik halusinasi adalah upaya mengendalikan diri terhadap halusinasi
dengan cara menolak halusinasi yang muncul. Tahapan tindakan meliputi :
a)
Menjelaskan cara menghardik
halusinasi
b)
Memperagakan cara menghardik
halusinasi
c)
Meminta klien memperagakan ulang
d)
Memantau penerapan cara ini.
-
Bercakap-cakap dengan orang lain
Ketika pasien bercakap-cakap dengan orang lain
maka terjadi distraksi, fokus perhatian pasien akan beralih dari halusinasi ke
percakapan yang dilakukan dengan orang lain tersebut. Sehingga salah satu cara
yang efektif untuk mengontrol halusinasi adalah dengan bercakap-cakap dengan
orang lain.
-
Melakukan aktifitas yang terjadwal
Dengan aktifitas yang terjadwal, pasien tidak
akan mengalami banyak waktu luang sendiri yang seringkali mencetuskan
halusinasi. Untuk itu pasien yang mengalami halusinasinya dengan cara
beraktivitas secara teratur dari bangun pagi sampai tidur malam, tujuh hari
dalam seminggu.
Tahapan intervensinya sebagai berikut :
a)
Menjelaskan pentingnya
aktivitas yang teratur untuk mengatasi
halusinasinya
b)
Mendiskusikan aktifitas yang biasa
dilakukan oleh pasien
c)
Melatih pasien melakukan aktivitas
d)
Menyusun jadwal aktifitas
sehari-hari sesuai dengan aktifitas yang telah dilatih.
e)
Membantu pelaksanaan jadwal
kegiatan, memberi penguatan terhadap terhadap perilaku pasien yang positif.
4.
Menggunakan obat secar teratur
Tindakan keperawatan agar pasien patuh
menggunakan obat :
-
Jelaskan guna obat
-
Jelaskan akibat putus obat
-
Jelaskan cara mendapatkan obat
-
Jelaskan cara menggunakan obat
dengan prinsip 6 benar.
B.
Tindakan keperawatan untuk
keluarga
-
Tujuan
tindakan
Keluarga dapat merawat klien dirumah dan
menjadi system pendukung yang efektif bagi klien.
-
Tindakan
yang dilakukan
1. Diskusikan nasalah yang dihadapi keluarga dalam
merawat klien
2. Berikan pendidikan kesehatan mengenai
pengertian halusinasi, jenis halusinasi yang dialami klien, tanda dan gejala,
halusinasi, proses terjadinya halusinasi, dan cara merawat pasien dengan
halusinasi
3. Berikan kepada keluarga kesempatan untuk
memperagakan cara merawat klien dengan halusinasi langsung dihadapan klien
4. Buat perencanaan pulang dengan keluarga
BAB IV
PELAKSANAAN
TINDAKAN
1. Diagnosa keperawatan :Gangguan sensori
persepsi: halusinasi pendengaran
2. Tujuan umum yang didapatkan dari hasil
tindakan keperawatan adalah pasien mengenali halusinasi yang dialamainya,
pasien dapat mengontrol halusinasinya, pasien mengikuti program pengobatan
secara optimal.
3.
Tindakan pengkajian yang dilakukan
Tindakan yang telah dilakukan pengkaji terhadap Tn. G adalah:
a.
Membina hubungan saling percaya
pada pasien, dapat dilakukan dengan cara mengucapkan salam, berkenalan dengan
pasien, buat kontrak yang jelas, dan dengarkan ungkapan klien dengan empati.
Tindakan yang dilakukan untuk mendengarkan ungkapan klien dengan empati adalah
dengan cara mendengar keluhan, tidak membantah atau mendukung, segera menolong
jika pasien membutuhkan perawat.
b.
Membantu pasien mengenali
halusinasinya dapat dilakukan dengan cara jika klien tidak sedang mengalami
halusinasi, diskusikan isi, waktu, frekuensi, dan diskusikan hal yang
menimbulkan halusinasi. Selain itu, tindakan berikutnya adalah diskusikan apa
yang dilakukan jika halusinasi timbul, diskusikan dampak jika klien menikmati
halusinasi, diskusikan perasaan klien saat menalami halusinasi
c.
Melatih klien mengendalikan
halusinasi dapat dilakukan dengan cara identifikasi cara yang dilakukan klien
untuk mengendalikan halusinasi, diskusikan cara yang digunakan, bila
adaptif berikan pujian, diskusikan cara
mengendalikan halusinasi. Ada 4 tindakan yang bisa dilakukan untuk mendiskusikan
cara mengendalikan halusinasi, cara yang pertama adalah dengan menghardik halusinasi.
Menghardik halusinasi dilakukan pengkaji saat klien sedang mengalami halusinasi
dengan mengatakan pada diri “ saya tidak mau dengar atau lihat kamu!”.
Tujuannya untuk meningkatkan kendali diri, tidak mengikuti halusinasi. Caranya
perawat menjelaskan cara menghardik, dan meminta pasien memperagakan ulang,
kemudian perawat memantau penerapan cara ini. Cara yang kedua yang dilakukan
pengkaji adalah dengan berbincang dengan orang lain. Cara ini dilakukan pengkaji
ketika kondisi klien akan mengalami halusinasi(tanda- tanda awal halusinasi).
Tujuannya dengan berbicara dengan orang lain bias memaparkan pada stimulus
eksternal dan menurunkan fokus perhatian pada stimulus internal (halusinasi).
4.
Evaluasi dan tindak lanjut
Evaluasi dibuat dalam bentuk S (subjektif), O (objektif), A (analisa),
P (perencanaan).
a.
Pengkajian pertama ( 2 mei 2011)
Dalam kasus Tn. G, evaluasi yang dilakukan oleh pengkaji pada hari
pertama pengkajian adalah data subjektif yang didapat berupa klien mengatakan suara yang membuatnya takut sudah jarang
terdengar. Klien juga menyatakan sudah diajarkan 3 cara oleh perawat sebelumnya
mengenai cara mengontrol halusinasinya. Data objektif yang
didapat berupa klien sesekali
terlihat berbicara sendiri. Ketika disuruh mempraktekkan tiga cara mengontrol
halusinasi, klien dapat melakukannya dengan baik.Analisa
data yang didapat berupa SP1, SP2,
SP3 yang diajarkan perawat sebelumnya berhasil. Perencanaan
tindak lanjut berupa Ajarkan SP 4.
b.
Pengkajian
kedua ( 3 mei 2011)
Dalam kasus Tn. G, evaluasi yang dilakukan oleh pengkaji pada hari kedua pengkajian adalah data subjektif yang didapat berupa klien mengatakan ingat
nama obat yang dikonsumsinya dan kegunaan dari masing masing obat tersebut. Data objektif yang didapat berupa klien dapat menyebutkan dengan benar nama nama obat yang dikonsumsinya
dan klien dapat menyebutkan dengan benar guna dari masing masing obat yang
dikonsumsinya. Analisa data yang didapat berupa SP4 halusinasi berhasil dikuasai klien. Perencanaan
tindak lanjut berupa klien minum pobat rutin sesuai jadwal yang telah ditetapkan
BAB V
PEMBAHASAN
1.
Perbedaan kondisi klien dengan teori.
Kondisi klien yang saya
kelola selama 2 hari memiliki beberapa perbedaan dengan teori yang didapatkan,
terutama dalam kondisi klien. Dimana Tn. G mengalami halusinasi yang tidak
begitu mengganggu perasaannya. Ketika ditanya mengenai halusinasinya, klien berkata
bahwa iya tidak lagi memiliki halusinasi. Namun dari pengamatan saya dan teman
sejawat, klien masih sering terlihat berbicara sendiri dan tersenyum sendiri. Dapat
dikategorikan bahwa halusinasi klien untuk saat ini berada pada tahap satu
dimana menurut teori karakteristik pasien dengan halusinasi tingkat I berupa klien akan
mengalami ansietas, kesepian, rasa bersalah dan ketakutan. Selain itu klien
akan mencoba berfokus pada fikiran yang dapat menghilangkan ansietas, serta
pikiran dan pengalaman sensori masih dalam kontrol kesadaran. Sedangkan kondisi
klien yang saya kelola berbeda dengan karakteristik yang seharusnya dialami pada
halusinasi tingkat I. Tn. G tidak mengalami rasa kesepian, rasa bersalah dan ketakutan. Dia malah tersenyum dengan halusinasinya dan
dia dapat melakukan banyak kegiatan untuk saat ini. Dia bisa bersosialisasi
dengan orang lain dengan baik. Untuk masalah perilaku yang muncul, Tn. G tidak
ada perbedaan dengan teori.
2. Hambatan yang ditemukan
a.
Membina
trust adalah hal yang paling sulit dilakukan karena klien tidak mudah membuat
klien percaya pada kita terbukti dari kebohongan klien terhadap perawat seperti
mengenai halusinasinya
b.
Dalam melakukan tindakan
keperawatan pengkaji
kesulitan dalam meyakinkan klien untuk mau menghilangkan suara halusinasi
tersebut.
c.
Klien
sering tidak berada diruangan ketika akan dilakukan pengkajian. Klien sering
jalan jalan.
BAB VI
PENUTUP
1. Kesimpulan
Halusinasi
pendengaran adalah halusinasi terbanyak yang diderita.
Membina
trust adalah hal yang sedikit sulit namun merupakan jalan yang terbaik untuk
melakukan pengkajian kepasien.
Dari beberapa hari praktek di RSJ didapatkan bahwa
tidak semua yang ada diteori ditemukan dilahan praktek. Dilahan praktek yang
ditemukan adalah masalah keperawatan yang kompleks. Dimana kita sebagai perawat
harus mengkaji lebih dalam lagi untuk mendapatkan masalah utama dan untuk
merencanakan tindakan yang akan dilakukan untuk menyelesaikan masalah pasien.
2. Saran
Pengkaji harus benar-benar tau semua teori tentang
masalah keperawatan pada pasien jiwa sebelum melakukan pengkajian yang lebih
dalam agar pengkaji mudah menetapkan masalah utama pasien dan pengkaji tidak
salah menegakkan diagnosa. Sehingga pengkaji bisa merencanakan tindakan
keperawatan yang akan dilakukan untuk menyelesaikan masalah pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Fitria, N (2009). Prinsip dasar dan
aplikasi penulisan laporan pendahuluan dan strategi pelaksanaan tindakan
keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Stuart, G.W., dan Laraia, (1998). Principles and practice of psychiatric
Nursing.St. Louis: Mosby year book.
Stuart &
Sundeen (1991). Buku saku keperawatan
jiwa. Ed Ke 3. Jakarta : EGC
Townsend, M. C. (1995). Buku saku
diagnosa keperawatan pada keperawatan psikiatri: pedoman untuk pembuatan
rencana perawatan ( ed. Indonesia). Jakarta: EGC.
Videbeck. L, Sheila. (2008). Buku
ajar keperawatan jiwa. Jakarta:EGC
mantap gan infonya... update terus ya.... salam sejawat,...
ReplyDeleteTerimakasih kunjungannya gan..
DeleteSalam sejawat...