Saturday, 28 September 2013

LAPORAN PENDAHULUAN PPOK EA


I.     Diagnosa Medik:
PPOK/COPD EA (Penyakit Paru Obstruksi Kronik Eksaserbasi Akut)

II.  Definisi:
Penyakit paru obstruksi adalah penyakit atau gangguan paru yang memberikan kelainan ventilasi berupa gangguan obstruksi saluran napas (Smeltzer & Bare, 2002).
Penyakit paru-paru obstrutif kronis/PPOK (chronic obstructive pulmonary diseases/COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya (Irman, 2008).
Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan dibandingkan dengan kondisi sebelumnya. Definisi eksaserbasi akut pada PPOK adalah kejadian akut dalam perjalanan alami penyakit dengan karakteristik adanya perubahan basal sesak napas, batuk, dan/atau sputum yang diluar batas normal da lam variasi hari ke hari (GOLD,  2009).

III.   Etiologi
Penyebab eksaserbasi akut dapat primer yaitu infeksi trakeobronkial (biasanya karena virus), atau sekunder berupa pneumonia, gagal jantung, aritmia, emboli paru, pneumotoraks spontan, penggunaan oksigen yang tidak tepat, penggunaan obat obatan (obat antidepresan, diuretik) yang tidak tepat, penyakit metabolic (diabetes melitus, gangguan elektrolit), nutrisi buruk, lingkungan memburuk atau polusi udara, aspirasi berulang, serta pada stadium akhir penyakit respirasi (kelelahan otot respirasi) (PDPI, 2003).

IV.    Tanda dan Gejala
Gejala eksaserbasi utama berupa peningkatan sesak, produksi sputum meningkat, dan adanya perubahan konsistensi atau warna sputum. Eksaserbasi akut dapat dibagi menjadi tiga tipe, yaitu tipe I (eksaserbasi berat) apabila memiliki 3 gejala utama, tipe II (eksaserbasi sedang) apabila hanya  memiliki 2 gejala utama, dan tipe III (eksaserbasi ringan) apabila memiliki 1 gejala utama ditambah adanya infeksi saluran napas atas lebih dari 5 hari, demam tanpa sebab lain, peningkatan batuk, peningkatan mengi atau peningkatan frekuensi pernapasan > 20% baseline, atau frekuensi nadi > 20% baseline (Vestbo, 2006).

V.       Patofisiologi (Web of Caution).




VI.    Komplikasi PPOK/COPD:
1.      Hipoksemia
2.      Asidosis respiratorik
3.      Infeksi saluran pernapasan
4.      Gagal jantung, terutama cor pulmonal (gagal jantung kanan akinat penyakit paru-paru)
5.      Disritmia jantung
6.      Status asmatikus: komplikasi utama yang berhubungan dengan asma bronkhial

VII.      Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut adalah mengatasi segera eksaserbasi yang terjadi dan mencegah terjadinya kematian. Risiko kematian dari eksaserbasi sangat berhubungan dengan terjadinya asidosis respiratorik, adanya komorbid, dan kebutuhan akan alat ventilasi (GOLD, 2009). Penanganan eksaserbasi akut dapat dilaksanakan di rumah (untuk eksaserbasi yang ringan) atau di rumah sakit (untuk eksaserbasi sedang dan berat). Penatalaksanaan eksaserbasi akut di rumah sakit dapat dilakukan secara rawat jalan atau rawat inap dan dilakukan di poliklinik rawat jalan, ruang rawat inap, unit gawat darurat, atau ruang ICU (PDPI, 2003).
  1. Bronkodilator
  2. Kortikosteroid
  3. Antibiotik
  4. Terapi Oksigen
  5. Ventilasi Mekanik

VIII.   Pemeriksaan Fisik:
1. Dipnea/sesak napas
2. Batuk kronik
3. Adanya sputum kental
4. Sianosis
5. Bunyi wheezing, mengi
6. Pemakaian otot bantu pernapasan
7. Takikardi
8. Gelisah
9. Mengeluh anoreksia
    10. Berkurangnya ekspansi paru, pengembangan dinding thorax
    11. Lemah

VII. Pemeriksaan Laboratorium & Diagnostik/Penunjang
1.      Peningkatan Hb (empisema berat)
2.      Peningkatan eosinofil (asma)
3.      Penurunan alpha 1-antitrypsin
4.      PO2 menurun dan PCO2 normal atau meningkat (bronkhitis kronis dan emfisema)
5.      Chest X-ray: dapat menunjukkan hiperinflasi paru-paru, diafragma mendatar
6.      EKG: deviasi aksis kanan; gelombang P tinggi (pada pasien asma berat dan atrial disritmia/bronkhitis); gel.P pada Leads II, III, AVF panjang dan tinggi (brinkhitis dan emfisema); dan aksis QRS vertikal (emfisema)

VIII. Diagnosa Keperawatan yang sering muncul:
1.    Bersihan jalan napas tidak efektif b.d kelemahan, upaya batuk yang buruk, sekresi yang kental atau berlebihan.
2.    Gangguan pertukaran gas b.d berkurangnya keefektifan permukaan paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar kapiler, sekret yang kental, ketidaksamaan ventilasi perfusi.
3.    Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan suplai oksigen.
4.    Perubahan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan b.d kelelahan, batuk yang sering, adanya produksi sputum, dispnea, anoreksia.

IX. Intervensi Keperawatan dan Rasional (Doenges, 2000).
1.      Bersihan jalan napas tidak efektif b.d kelemahan, upaya batuk yang buruk, sekresi yang kental atau berlebihan.
Tujuan: mempertahankan jalan nafas pasien.
Kriteria hasil :
-       Pasien mampu mengeluarkan sekret tanpa bantuan
-       Pasien memperlihatkan perilaku/upaya mempertahankan bersihan jalan nafas
-       Pasien berpartisipasi dalam program pegobatan
Intervensi :
1.    Auskultasi bunyi nafas. Catat adanya bunyi nafas, mis: mengi, krekels, ronki.
                Rasional: Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi
                                jalan nafas dan dimanifestasikan dengan adanya bunyi nafas.
2.    Berikan pasien 6 sampai 8 gelas cairan/hari kecuali terdapat kor pulmonal.
                Rasional: Hidrasi sistemik menjaga sekresi tetap lembab dan
                                memudahkan untuk pengeluaran.
3.    Ajarkan dan berikan dorongan penggunaan teknik pernapasan diagframatik dan batuk.
               Rasional: Teknik ini akan membantu memperbaiki ventilasi dan untuk
                               menghasilkan sekresi tanpa menyebabkan sesak napas dan keletihan.
4.    Bantu dalam pemberian tindakan nebuliser, inheler dosis terukur.
               Rasional: Tindakan ini menimbulkan air ke dalam percabangan bronkial dan pada sputum, menurunkan kekentalannya, sehingga mudah evakuasi sekresi.
5.    Lakukan drainase postural dengan perkusi dan vibrasi pada pagi dan malam hari sesuai yang diharuskan.
               Rasional: Menggunakan gaya gravitasi untuk membantu membangkaitkan seksresi dapat lebih mudah dibatukkan atau di uap.
6.    Instruksikan pasien untuk menghindari iritan seperti asap rokok, aerosol, suhu yang ekstrim dari asap.
                Rasional: Iritan bronkial menyebabkan bronkokonstriksi dan meningkatkan pembentukkan lendir yang kemudian mengganggu klirens jalan napas.
7.    Ajarkan tentang tanda-tanda dini infeksi pernapasan yang harus dilaporkan pada dokter dengan segera.
                Rasional: Infeksi pernapasan minor yang tidak memberikan konsekuensi pada individu dengan paru-paru yang normal dapat menyebabkan gangguan fatal.
8.    Berikan antibiotik sesuai yang diharuskan.
     Rasional: Antibiotik diresepkan untuk mencegah atau mengatasi infeksi.

2.      Gangguan pertukaran gas b.d berkurangnya keefektifan permukaan paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar kapiler, sekret yang kental, ketidaksamaan ventilasi perfusi.
Tujuan : Hilang atau menurunnya dispnea.
Kriteria hasil :
-     Tidak terjadi dispnea.
-     Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat
-     GDA dalam rentang normal.
-     Bebas dari gejala distres pernapasan.
Intervensi:
1.    Kaji dispnea, takipnea, bunyi pernapasan abnormal, peningkatan upaya  respirasi, keterbatasan ekspansi dada dan kelemahan.
Rasional: Weezing atau mengi indikasi akumulasi
                      sekret/ketidakmampuan membersihkan jalan napas  sehingga otot aksesori digunakan dan kerja pernapasan meningkat.
2.    Evaluasi perubahan-tingkat kesadaran, catat tanda-tanda sianosis dan perubahan warna kulit, membran mukosa, dan warna kuku.
Rasional: Akumulasi sekret dapat mengganggu oksigenasi di organ
                      vital dan jaringan.
3.    Demonstrasikan/anjurkan untuk mengeluarkan napas dengan bibir    disiutkan, terutama pada pasien dengan fibrosis atau kerusakan parenkim.
Rasional: Meningkatnya resistensi aliran udara untuk mencegah
                      kolapsnya jalan napas.
4.    Anjurkan untuk bedrest, batasi dan bantu aktivitas sesuai kebutuhan.
Rasional: Mengurangi konsumsi oksigen pada periode respirasi.
5.    Monitor GDA
     Rasional: Menurunnya saturasi oksigen (PaO2) atau meningkatnya
                     PaC02 menunjukkan perlunya penanganan yang lebih adekuat
                     atau perubahan terapi.
6.    Berikan oksigen sesuai indikasi
    Rasional: Membantu mengoreksi hipoksemia yang terjadi sekunder
                    terhadap hipoventilasi dan penurunan permukaan alveolar         paru.
7.    Berikan bronkodilator sesuai yang diharapkan:
a.  Dapat dilakukan peroral, IV, rektal, atau dengan inhalasi
b.  Berikan bronkodilator oral, IV pada waktu yang berselingan
    dengan tindakan nebuliser
     Rasional: Bronkodilator mendilatasi jalan napas  dengan membantu melawan edema mukosa bronkial dan spasme muskular. Karena efek samping biasa terjadi pada tindakan ini, dosis obat disesuaikan dengan cermat untuk setiap pasien.
8.    Evaluasi efektivitas tindakan nebuliser, inheler, dosis terukur:
a.  Kaji penurunan sesak napas, penurunan mengi atau krekels,
    kelinggaran sekresi, penurunan ansietas
b.  Pastikan bahwa tindakan diberikan sebelum makan untuk
    menghindari mual dan keletihan
     Rasional: Mengkombinasikan medikasi dengan aerosolized bronkodilator nebulisasi biasanya digunakan untuk mengendalikan bronkiektasis. Aerosol memudahkan kliens bronkial, membantu mengendalikan proses inflamasi dan memperbaiki fungsi ventilasi.
9.    Instruksikan dan berikan dorongan pada pasien dengan pernapasan
    diafragmatik dan batuk efektif.
    Rasional: Teknik ini memperbaiki ventilasi dengan membuka jalan  napas dan sputum.

3.      Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan suplai oksigen.
Tujuan: Intoleransi aktivitas teratasi.
Kriteria hasil: - Klien mampu melakukan aktivitas secara perlahan
                      - Mendemonstrasikan kemampuan beraktivitas.
Intervensi:
1.    Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dispnea, peningkatan kelemahan & perubahan tanda vital setelah aktivitas.
                Rasional: Menetapkan kemampuan atau kebutuhan pasien dan memudahkan dalam menentukan pilihan intervensi keperawatan yang sesuai untuk pasien.
2.    Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi.
               Rasional: Menurunkan stres dan rangsangan yang berlebihan, serta meningkatkan istirahat pasien.
3.    Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat.
               Rasional: Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan metabolic, menghemat energy untuk penyembuhan.
4.    Bantu pasien memilih posisi yang nyaman untuk istirahat atau tidur.
               Rasional: Pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur dikursi, atau menunduk.
5.    Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan.
Rasional: Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.

4.      Perubahan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan b.d kelelahan, batuk yang sering, adanya produksi sputum, dispnea, anoreksia.
Tujuan: status nutrisi optimal dapat dipertahankan
Kriteria hasil:
- Menunjukkan peningkatan berat dan bebas tanda malnutrisi.
- Melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan mempertahankan berat badan yang tepat.
Intervensi:
1.  Catat status nutrisi paasien: turgor kulit, timbang berat badan, integritas mukosa mulut, kemampuan menelan, adanya bising usus, riwayat mual/muntahataudiare.
Rasional: berguna dalam mendefinisikan derajat masalah dan
                     intervensi yang tepat.
2.   Kaji pola diet pasien yang disukai dan yang tidak.
Rasional: Membantu intervensi kebutuhan yang spesifik, meningkatkan
                intake diet pasien.
3.  Monitor intake dan output secara periodik
Rasional: Mengukur keefektifan nutrisi dan cairan.
4. Catat adanya anoreksia, mual, muntah, dan tetapkan jika ada hubungannya dengan medikasi. Awasi frekuensi, volume, konsistensi Buang Air Besar (BAB).
Rasional: Dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasi pemecahan
                      masalah untuk meningkatkan intake nutrisi.
5.   Anjurkan bedrest
Rasional: Membantu menghemat energi khusus saat demam terjadi
                peningkatan metabolik.
6.  Lakukan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernapasan.
     Rasional: Mengurangi rasa tidak enak dari sputum atau obat-obat yang
                     digunakan yang dapat merangsang muntah.
7.   Anjurkan makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan
 karbohidrat.
Rasional: Memaksimalkan intake nutrisi dan menurunkan iritasi gaster.
8.   Rujuk ke ahli gizi untuk menentukan komposisi diet.
Rasional: Memberikan bantuan dalarn perencaaan diet dengan nutrisi
                adekuat unruk kebutuhan metabolik dan diet.
9.   Konsul dengan tim medis untuk jadual pengobatan 1-2 jam
      sebelum/setelahmakan.
      Rasional: Membantu menurunkan insiden mual dan muntah karena efek
                     samping obat.
         10.  Awasi pemeriksaan laboratorium. (BUN, protein serum, dan albumin).
Rasional: Nilai rendah menunjukkan malnutrisi dan perubahan program
                terapi.

X. Daftar Pustaka:
Alsagaff, Hood, dkk. (2005). Dasar-dasar ilmu penyakit paru cetakan ketiga.
Surabaya: Airlangga University Press.

Burke, L. (2000). Medical surgical nursing: critical thinking in client care 2nt ed. USA: Prentice-Hall.

Doenges, M.E. (2000). Rencana asuhan keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC.
Irman, S. (2008). Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.

PDPI. (2003). PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik),Pedoman Praktis
Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Diambil dari
mei 2013

Price, Sylvia. A & Wilson, L. M. (2002). Patofisiologi: Konsep klinis  proses-proses penyakit ed: 6. Jakarta : EGC.

Sherwood, L. (2001). Fisiologi manusia: dari sel ke sistem, Ed: 2. Jakarta: EGC

Smeltzer, S.C., & Bare, B.G. (2002). Buku ajar keperawatan medical-bedah Brunner & Suddarth, vol:1. Jakarta: EGC.