I.
Diagnosa Medik:
PPOK/COPD EA (Penyakit Paru Obstruksi Kronik Eksaserbasi
Akut)
II.
Definisi:
Penyakit
paru obstruksi adalah penyakit atau gangguan paru yang memberikan kelainan
ventilasi berupa gangguan obstruksi saluran napas (Smeltzer & Bare, 2002).
Penyakit
paru-paru obstrutif kronis/PPOK (chronic
obstructive pulmonary diseases/COPD) merupakan suatu
istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang
berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara
sebagai gambaran patofisiologi utamanya (Irman, 2008).
Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya
perburukan dibandingkan dengan kondisi
sebelumnya. Definisi eksaserbasi akut pada PPOK adalah kejadian akut dalam perjalanan alami penyakit dengan
karakteristik adanya perubahan basal sesak napas, batuk, dan/atau sputum yang diluar batas normal da lam variasi
hari ke hari (GOLD, 2009).
III.
Etiologi
Penyebab eksaserbasi akut dapat primer yaitu
infeksi trakeobronkial (biasanya karena
virus), atau
sekunder berupa pneumonia, gagal jantung, aritmia, emboli paru, pneumotoraks spontan, penggunaan oksigen yang
tidak tepat, penggunaan obat obatan (obat antidepresan, diuretik) yang tidak tepat, penyakit metabolic (diabetes melitus, gangguan elektrolit), nutrisi buruk, lingkungan memburuk atau polusi udara, aspirasi
berulang, serta pada stadium akhir penyakit respirasi (kelelahan otot
respirasi) (PDPI, 2003).
IV.
Tanda dan Gejala
Gejala eksaserbasi utama berupa peningkatan sesak, produksi sputum
meningkat, dan adanya perubahan konsistensi atau warna sputum. Eksaserbasi
akut dapat dibagi menjadi tiga tipe, yaitu tipe I (eksaserbasi berat) apabila
memiliki 3 gejala utama, tipe II (eksaserbasi sedang) apabila hanya memiliki 2 gejala utama, dan tipe
III (eksaserbasi ringan) apabila memiliki 1 gejala utama ditambah
adanya infeksi saluran napas atas lebih dari 5 hari, demam tanpa sebab lain, peningkatan
batuk, peningkatan mengi atau peningkatan frekuensi pernapasan > 20% baseline, atau
frekuensi nadi > 20% baseline (Vestbo, 2006).
VI.
Komplikasi PPOK/COPD:
1. Hipoksemia
2. Asidosis respiratorik
3. Infeksi saluran pernapasan
4. Gagal jantung, terutama cor pulmonal
(gagal jantung kanan akinat penyakit paru-paru)
5. Disritmia jantung
6. Status asmatikus: komplikasi utama yang berhubungan
dengan asma bronkhial
VII.
Penatalaksanaan
Prinsip
penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut adalah mengatasi segera eksaserbasi
yang terjadi dan mencegah terjadinya kematian. Risiko kematian dari eksaserbasi
sangat berhubungan dengan terjadinya asidosis respiratorik, adanya komorbid,
dan kebutuhan akan alat ventilasi (GOLD, 2009). Penanganan eksaserbasi akut
dapat dilaksanakan di rumah (untuk eksaserbasi yang ringan) atau di rumah sakit
(untuk eksaserbasi sedang dan berat). Penatalaksanaan eksaserbasi akut di rumah sakit
dapat dilakukan secara rawat jalan atau rawat inap dan dilakukan di poliklinik rawat
jalan, ruang rawat inap, unit gawat darurat, atau ruang ICU (PDPI, 2003).
- Bronkodilator
- Kortikosteroid
- Antibiotik
- Terapi
Oksigen
- Ventilasi
Mekanik
VIII.
Pemeriksaan Fisik:
1. Dipnea/sesak napas
2. Batuk kronik
3. Adanya sputum kental
4. Sianosis
5. Bunyi wheezing, mengi
6. Pemakaian otot bantu
pernapasan
7. Takikardi
8. Gelisah
9. Mengeluh anoreksia
10.
Berkurangnya ekspansi paru, pengembangan dinding thorax
11.
Lemah
VII. Pemeriksaan Laboratorium & Diagnostik/Penunjang
1. Peningkatan Hb (empisema berat)
2. Peningkatan eosinofil (asma)
3. Penurunan alpha 1-antitrypsin
4. PO2 menurun dan PCO2 normal atau meningkat
(bronkhitis kronis dan emfisema)
5. Chest X-ray: dapat menunjukkan
hiperinflasi paru-paru, diafragma mendatar
6. EKG: deviasi aksis kanan; gelombang
P tinggi (pada pasien asma berat dan atrial disritmia/bronkhitis); gel.P pada
Leads II, III, AVF panjang dan tinggi (brinkhitis dan emfisema); dan aksis QRS
vertikal (emfisema)
VIII. Diagnosa Keperawatan yang sering muncul:
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d
kelemahan, upaya batuk yang buruk, sekresi yang kental atau berlebihan.
2. Gangguan pertukaran gas b.d berkurangnya
keefektifan permukaan paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar kapiler,
sekret yang kental, ketidaksamaan ventilasi perfusi.
3. Intoleransi aktivitas b.d
ketidakseimbangan suplai oksigen.
4. Perubahan kebutuhan nutrisi, kurang dari
kebutuhan b.d kelelahan, batuk yang sering, adanya produksi sputum, dispnea,
anoreksia.
IX. Intervensi Keperawatan dan Rasional (Doenges, 2000).
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d
kelemahan, upaya batuk yang buruk, sekresi yang kental atau berlebihan.
Tujuan: mempertahankan jalan
nafas pasien.
Kriteria hasil :
- Pasien mampu mengeluarkan sekret tanpa
bantuan
- Pasien memperlihatkan perilaku/upaya
mempertahankan bersihan jalan nafas
- Pasien berpartisipasi dalam program
pegobatan
Intervensi :
1. Auskultasi bunyi nafas. Catat adanya bunyi
nafas, mis: mengi, krekels, ronki.
Rasional:
Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi
jalan nafas dan
dimanifestasikan dengan adanya bunyi nafas.
2. Berikan pasien 6 sampai 8 gelas cairan/hari kecuali terdapat kor pulmonal.
Rasional: Hidrasi sistemik menjaga
sekresi tetap lembab dan
memudahkan
untuk pengeluaran.
3. Ajarkan dan berikan dorongan penggunaan
teknik pernapasan diagframatik dan batuk.
Rasional:
Teknik ini akan membantu memperbaiki ventilasi dan untuk
menghasilkan sekresi tanpa menyebabkan
sesak napas dan keletihan.
4. Bantu dalam pemberian tindakan nebuliser,
inheler dosis terukur.
Rasional:
Tindakan ini menimbulkan air ke dalam percabangan bronkial dan pada sputum,
menurunkan kekentalannya, sehingga mudah evakuasi sekresi.
5. Lakukan drainase postural dengan perkusi
dan vibrasi pada pagi dan malam hari sesuai yang diharuskan.
Rasional:
Menggunakan gaya gravitasi untuk membantu membangkaitkan seksresi dapat lebih
mudah dibatukkan atau di uap.
6. Instruksikan pasien untuk menghindari
iritan seperti asap rokok, aerosol, suhu yang ekstrim dari asap.
Rasional: Iritan bronkial menyebabkan
bronkokonstriksi dan meningkatkan pembentukkan lendir yang kemudian mengganggu
klirens jalan napas.
7. Ajarkan tentang tanda-tanda dini infeksi
pernapasan yang harus dilaporkan pada dokter dengan segera.
Rasional:
Infeksi pernapasan minor yang tidak memberikan konsekuensi pada individu dengan
paru-paru yang normal dapat menyebabkan gangguan fatal.
8. Berikan antibiotik sesuai yang diharuskan.
Rasional: Antibiotik diresepkan untuk mencegah atau mengatasi
infeksi.
2. Gangguan pertukaran gas b.d berkurangnya
keefektifan permukaan paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar kapiler,
sekret yang kental, ketidaksamaan ventilasi perfusi.
Tujuan : Hilang atau
menurunnya dispnea.
Kriteria hasil :
- Tidak terjadi dispnea.
- Menunjukkan perbaikan ventilasi dan
oksigenasi jaringan adekuat
- GDA dalam rentang normal.
- Bebas dari gejala distres
pernapasan.
Intervensi:
1. Kaji dispnea, takipnea, bunyi pernapasan
abnormal, peningkatan upaya respirasi,
keterbatasan ekspansi dada dan kelemahan.
Rasional: Weezing atau mengi indikasi akumulasi
Rasional: Weezing atau mengi indikasi akumulasi
sekret/ketidakmampuan membersihkan
jalan napas sehingga otot aksesori
digunakan dan kerja pernapasan meningkat.
2. Evaluasi perubahan-tingkat kesadaran,
catat tanda-tanda sianosis dan perubahan warna kulit, membran mukosa, dan warna
kuku.
Rasional: Akumulasi sekret dapat mengganggu oksigenasi di organ
Rasional: Akumulasi sekret dapat mengganggu oksigenasi di organ
vital dan jaringan.
3. Demonstrasikan/anjurkan untuk mengeluarkan
napas dengan bibir disiutkan, terutama
pada pasien dengan fibrosis atau kerusakan parenkim.
Rasional: Meningkatnya resistensi aliran udara untuk mencegah
Rasional: Meningkatnya resistensi aliran udara untuk mencegah
kolapsnya jalan napas.
4. Anjurkan untuk bedrest, batasi dan bantu
aktivitas sesuai kebutuhan.
Rasional: Mengurangi konsumsi oksigen pada periode respirasi.
Rasional: Mengurangi konsumsi oksigen pada periode respirasi.
5. Monitor GDA
Rasional: Menurunnya saturasi oksigen (PaO2) atau
meningkatnya
PaC02 menunjukkan perlunya penanganan yang lebih
adekuat
atau perubahan terapi.
6. Berikan oksigen sesuai indikasi
Rasional: Membantu mengoreksi hipoksemia yang terjadi
sekunder
terhadap hipoventilasi dan
penurunan permukaan alveolar paru.
7. Berikan bronkodilator sesuai yang
diharapkan:
a. Dapat dilakukan peroral, IV, rektal, atau
dengan inhalasi
b. Berikan bronkodilator oral, IV pada waktu
yang berselingan
dengan tindakan nebuliser
Rasional: Bronkodilator mendilatasi jalan napas dengan membantu melawan edema mukosa bronkial
dan spasme muskular. Karena efek samping biasa terjadi pada tindakan ini, dosis
obat disesuaikan dengan cermat untuk setiap pasien.
8. Evaluasi efektivitas tindakan nebuliser,
inheler, dosis terukur:
a. Kaji penurunan sesak napas, penurunan
mengi atau krekels,
kelinggaran sekresi, penurunan ansietas
b. Pastikan bahwa tindakan diberikan sebelum
makan untuk
menghindari mual dan keletihan
Rasional: Mengkombinasikan medikasi dengan aerosolized
bronkodilator nebulisasi biasanya digunakan untuk mengendalikan bronkiektasis.
Aerosol memudahkan kliens bronkial, membantu mengendalikan proses inflamasi dan
memperbaiki fungsi ventilasi.
9. Instruksikan dan berikan dorongan pada
pasien dengan pernapasan
diafragmatik dan batuk efektif.
Rasional: Teknik ini memperbaiki ventilasi dengan membuka jalan napas dan sputum.
3. Intoleransi aktivitas b.d
ketidakseimbangan suplai oksigen.
Tujuan: Intoleransi aktivitas
teratasi.
Kriteria hasil: - Klien mampu
melakukan aktivitas secara perlahan
-
Mendemonstrasikan kemampuan beraktivitas.
Intervensi:
1. Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas.
Catat laporan dispnea, peningkatan kelemahan & perubahan tanda vital
setelah aktivitas.
Rasional: Menetapkan kemampuan atau kebutuhan pasien
dan memudahkan dalam menentukan pilihan intervensi keperawatan yang sesuai
untuk pasien.
2. Berikan lingkungan tenang dan batasi
pengunjung selama fase akut sesuai indikasi.
Rasional: Menurunkan
stres dan rangsangan yang berlebihan, serta meningkatkan istirahat pasien.
3. Jelaskan pentingnya istirahat dalam
rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat.
Rasional: Tirah
baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan metabolic,
menghemat energy untuk penyembuhan.
4. Bantu pasien memilih posisi yang nyaman
untuk istirahat atau tidur.
Rasional: Pasien
mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur dikursi, atau menunduk.
5. Bantu aktivitas perawatan diri yang
diperlukan.
Rasional: Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan
suplai dan kebutuhan oksigen.
4. Perubahan kebutuhan nutrisi, kurang dari
kebutuhan b.d kelelahan, batuk yang sering, adanya produksi sputum, dispnea,
anoreksia.
Tujuan: status nutrisi optimal
dapat dipertahankan
Kriteria hasil:
- Menunjukkan peningkatan
berat dan bebas tanda malnutrisi.
- Melakukan
perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan mempertahankan berat badan yang
tepat.
Intervensi:
1. Catat status nutrisi paasien: turgor kulit,
timbang berat badan, integritas mukosa mulut, kemampuan menelan, adanya bising
usus, riwayat mual/muntahataudiare.
Rasional: berguna dalam mendefinisikan derajat masalah dan
Rasional: berguna dalam mendefinisikan derajat masalah dan
intervensi yang tepat.
2. Kaji pola diet pasien yang disukai dan yang
tidak.
Rasional: Membantu
intervensi kebutuhan yang spesifik, meningkatkan
intake diet pasien.
3. Monitor intake dan output secara periodik
Rasional: Mengukur
keefektifan nutrisi dan cairan.
4. Catat
adanya anoreksia, mual, muntah, dan tetapkan jika ada hubungannya dengan
medikasi. Awasi frekuensi, volume, konsistensi Buang Air Besar (BAB).
Rasional: Dapat
menentukan jenis diet dan mengidentifikasi pemecahan
masalah untuk
meningkatkan intake nutrisi.
5. Anjurkan bedrest
Rasional: Membantu
menghemat energi khusus saat demam terjadi
peningkatan metabolik.
6. Lakukan perawatan mulut sebelum dan sesudah
tindakan pernapasan.
Rasional: Mengurangi rasa tidak enak dari sputum atau obat-obat yang
Rasional: Mengurangi rasa tidak enak dari sputum atau obat-obat yang
digunakan yang dapat
merangsang muntah.
7. Anjurkan makan sedikit dan sering dengan
makanan tinggi protein dan
karbohidrat.
Rasional: Memaksimalkan intake nutrisi dan menurunkan iritasi gaster.
Rasional: Memaksimalkan intake nutrisi dan menurunkan iritasi gaster.
8. Rujuk ke ahli gizi untuk menentukan
komposisi diet.
Rasional: Memberikan
bantuan dalarn perencaaan diet dengan nutrisi
adekuat unruk kebutuhan metabolik dan
diet.
9. Konsul dengan tim medis untuk jadual
pengobatan 1-2 jam
sebelum/setelahmakan.
Rasional: Membantu menurunkan insiden mual dan muntah karena efek
Rasional: Membantu menurunkan insiden mual dan muntah karena efek
samping obat.
10.
Awasi pemeriksaan laboratorium. (BUN,
protein serum, dan albumin).
Rasional: Nilai
rendah menunjukkan malnutrisi dan perubahan program
terapi.
X. Daftar Pustaka:
Alsagaff, Hood, dkk. (2005). Dasar-dasar ilmu penyakit paru cetakan ketiga.
Surabaya: Airlangga University
Press.
Burke, L. (2000). Medical surgical nursing: critical thinking
in client care 2nt ed. USA: Prentice-Hall.
Doenges,
M.E. (2000). Rencana asuhan
keperawatan: Pedoman untuk perencanaan
dan pendokumentasian perawatan pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC.
Irman, S.
(2008). Asuhan keperawatan pada pasien
dengan gangguan sistem pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
PDPI. (2003). PPOK
(Penyakit Paru Obstruksi Kronik),Pedoman Praktis
Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia.
Diambil dari
mei 2013
Price,
Sylvia. A & Wilson, L. M. (2002). Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses
penyakit ed: 6. Jakarta : EGC.
Sherwood,
L. (2001). Fisiologi manusia: dari sel ke
sistem, Ed: 2. Jakarta: EGC
Smeltzer,
S.C., & Bare, B.G. (2002). Buku ajar keperawatan medical-bedah
Brunner & Suddarth,
vol:1. Jakarta: EGC.