Friday, 27 April 2012

Asuhan Keperawatan Hipertensi ( Askep Hipertensi )


BAB I
PEMBAHASAN

A. DEFINISI
Menurut WHO, penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan sistolik lebih besar atau sama dengan 160 mmHg dan atau tekanan diastolik sama atau lebih besar 95 mmHg (Nasrin, 2003).
Hipertensi adalah tekanan darah tinggi atau istilah kedokteran menjelaskan hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi gangguan pada mekanisme pengaturan tekanan darah (Mansjoer, 2005).
Hipertensi adalah keadaan menetap tekanan sistolik lebih dari 140 mmHg atau tekanan diastolik lebih tinggi dari 90 mmHg. Diagnostik ini dapat dipastikan dengan mengukur rata-rata tekanan darah pada dua waktu yang terpisah (FKUI, 2001). Patologi utama pada hipertensi adalah peningkatan tekanan vesikalis perifer arterior (Mansjoer, 2005).

B. ETIOLOGI
Hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi dua golongan besar yaitu:
1.      Hipertensi essensial (hipertensi primer) yaitu hipertensi yang tidak diketahui
penyebabnya.
Hipertensi primer terdapat pada lebih dari 90 % penderita hipertensi, sedangkan 10 % sisanya disebabkan oleh hipertensi sekunder. Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-data penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan terjadinya hipertensi. Pada umunya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik. Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan tekanan perifer. Namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi:
a.         Genetik: Respon neurologi terhadap stress atau kelainan eksresi atau transport Na.
b.   Obesitas: Terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkan tekanan darah meningkat.
c.    Stress lingkungan.
d.   Hilangnya elastisitas jaringan dan arterisklerosis pada orang tua serta pelebaran pembuluh darah.
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan-perubahan pada:
a.  Elastisitas dinding aorta menurun
b.  Katup jantung menebal dan menjadi kaku
c. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur  20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
d. Kehilangan elastisitas pembuluh darah
    Hal ini terjadi karena kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk    oksigenasi
e.    Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer

Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-data penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan terjadinya hipertensi. Faktor tersebut adalah sebagai berikut:
a. Faktor keturunan
Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi.

b. Ciri perseorangan
Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah:
1)   Umur (jika umur bertambah maka tekanan darah meningkat)
2)   Jenis kelamin (laki-laki lebih tinggi dari perempuan)
3)   Ras (ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih)

c. Kebiasaan hidup
Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah:
1)   Konsumsi garam yang tinggi (melebihi dari 30 gr)
2)   Kegemukan atau makan berlebihan
3)   Stress
4)   Merokok
5)   Minum alkohol
6)   Minum obat-obatan (ephedrine, prednison, epineprin)

Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang di sebabkan oleh penyakit lain. Penyebab
hipertensi sekunder adalah:
a. Ginjal
1)   Glomerulonefritis
2)   Pielonefritis
3)   Nekrosis tubular akut
4)   Tumor
b. Vascular
1)   Aterosklerosis
2)   Hiperplasia
3)   Trombosis
4)   Aneurisma
5)   Emboli kolestrol
6)   Vaskulitis
c. Kelainan endokrin
1)   DM
2)   Hipertiroidisme
3)   Hipotiroidisme
d. Saraf
1)   Stroke
2)   Ensepalitis
3)   SGB
e. Obat-obatan
1)   Kontrasepsi oral
2)   Kortikosteroid

C. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Rokhaeni (2001) manifestasi klinis pada beberapa pasien yang menderita hipertensi yaitu:
1)   Mengeluh sakit kepala dan  pusing
2)   Lemas dan kelelahan
3)   Sesak nafas
4)   Gelisah
5)   Mual
6)   Muntah
7)   Epistaksis
8)   Kesadaran menurun

D. PATOFISIOLOGI
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhirespon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi. Pada saat bersamaan dimana system saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Rennin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal.
Hormon ini menyebabkan  retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi untuk pertimbangan gerontology. Perubahan structural dan fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer ( Brunner & Suddarth, 2002 ).

E. KLASIFIKASI
Secara klinis derajat hipertensi dapat dikelompokkan sesuai dengan rekomendasi dari “The Sixth Report of The Join National Committee, Prevention, Detection and Treatment of High Blood Pressure “ (JNC-VI, 1997) sebagai berikut:
No
Kategori
Sistolik(mmHg)
Diastolik(mmHg)
1.
Optimal
<120
<80
2.
Normal
120 – 129
80 – 84
3.
High Normal
130 – 139
85 – 89
4.
Hipertensi



Grade 1 (ringan)
140 – 159
90 – 99

Grade 2 (sedang)
160 – 179
100 – 109

Grade 3 (berat)
180 – 209
100 – 119

Grade 4 (sangat berat)
>210
>120
                                                                                                                  
F. PENATALAKSANAAN
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas  akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg. Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi:
1.    Penatalaksanaan Medis
Penanggulangan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi dua jenis
penatalaksanaan:
a. Penatalaksanaan Non Farmakologis.
1)   Diet
Pembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Penurunan BB dapat menurunkan tekanan darah dibarengi dengan penurunan aktivitas rennin dalam plasma dan kadar adosteron dalam plasma.
2)   Aktivitas
Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan dengan
batasan medis dan sesuai dengan kemampuan seperti berjalan, jogging, bersepeda atau berenang.

b.                                                                Penatalaksanaan Farmakologis.
Secara garis besar terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pemberian atau pemilihan obat anti hipertensi yaitu:
1)   Mempunyai efektivitas yang tinggi.
2)   Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal.
3)   Memungkinkan penggunaan obat secara oral.
4)   Tidak menimbulkan intoleransi.
5)   Harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh klien.
6)   Memungkinkan penggunaan jangka panjang.
Golongan obat-obatan yang diberikan pada klien dengan hipertensi seperti golongan diuretik, golongan betabloker, golongan antagonis kalsium, golongan penghambat konversi renin angiotensin.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.    Riwayat dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh
2.    Pemeriksaan retina
3.    Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kerusakan organ seperti ginjal dan   jantung
4.    EKG untuk mengetahui hipertropi ventrikel kiri
5.    Urinalisa untuk mengetahui protein dalam urin, darah, dan glukosa
6.    Pemeriksaan: renogram, pielogram intravena arteriogram renal, dan pemeriksaan fungsi ginjal     terpisah dan penentuan kadar urin
7.    Foto dada dan CT scan

H. ASUHAN KEPERAWATAN
1.  PENGKAJIAN
a. Aktivitas/ Istirahat
Gejala : Kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.
Tanda : Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea.
b.    Sirkulasi
Gejala : Riwayat Hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner/katup dan penyakit cebrocaskuler, serta episode palpitasi.
Tanda : Kenaikan TD, Nadi denyutan jelas dari karotis, jugularis, radialis, takikardi, murmur stenosis valvular, distensi vena jugularis,kulit pucat, sianosis, suhu dingin (vasokontriksi perifer) pengisian kapiler mungkin lambat/ bertunda.
c.    Integritas Ego
Gejala: Riwayat perubahan kepribadian, ansietas.
Tanda: Letupan suasana hati, gelisah, tangisan meledak, otot muka tegang, peningkatan pola bicara.
d. Eliminasi
Gejala: Gangguan ginjal saat ini atau (seperti obstruksi atau riwayat penyakit ginjal pada masa yang lalu)
f. Makanan/cairan
Gejala: Makanan yang disukai yang mencakup makanan tinggi garam, lemak serta  kolesterol, mual, muntah dan perubahan BB.
Tanda: Berat badan normal atau obesitas, adanya edema, dan glikosuria
g. Neurosensori
Gejala: Keluhan kepala pusing, gangguan penglihatan (diplobia, penglihatan kabur).
Tanda: Status mental, perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi bicara, proses pikir, serta penurunan kekuatan genggaman tangan.

2.  DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang muncul adalah:
a.       Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload, vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular.
Tujuan : Afterload tidak meningkat, tidak terjadi vasokonstriksi, tidak terjadi iskemi miokard.
Hasil yang diharapkan:
Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan TD, mempertahankan TD dalam rentang yang dapat diterima, memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil.

Intervensi keperawatan:
1) Pantau TD, ukur pada kedua tangan, gunakan manset dan tehnik yang tepat
2) Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer
3) Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas
4) Amati warna kulit, kelembaban, suhu dan masa pengisian kapiler
5) Catat edema umum                                  
6) Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas.
7) Pertahankan pembatasan aktivitas seperti istirahat ditempat tidur/kursi
8) Bantu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan
9) Lakukan tindakan yang nyaman seperti pijatan punggung dan leher
10) Anjurkan tehnik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas pengalihan
11) Pantau respon terhadap obat untuk mengontrol tekanan darah
12) Berikan pembatasan cairan dan diit natrium sesuai indikasi
13) Kolaborasi untuk pemberian obat-obatan sesuai indikasi.

b.    Nyeri (sakit kepala) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral
Tujuan: Tekanan vaskuler serebral tidak meningkat
.
Hasil yang diharapkan:
Pasien mengungkapkan tidak adanya sakit kepala dan tampak nyaman
Intervensi keperawatan:
1) Pertahankan tirah baring, lingkungan yang tenang, sedikit penerangan
2) Minimalkan gangguan lingkungan dan rangsangan
3) Batasi aktivitas
4) Hindari merokok atau menggunkan penggunaan nikotin
5) Beri obat analgesia dan sedasi sesuai pesanan
6) Beri tindakan yang menyenangkan sesuai indikasi seperti kompres es, posisi
nyaman, tehnik relaksasi

c.    Potensial perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung berhubungan dengan
gangguan sirkulasi
Tujuan: sirkulasi tubuh tidak terganggu
Hasil yang diharapkan:
Tekanan darah dalam batas yang dapat diterima, tidak ada keluhan sakit kepala, pusing, nilai nilai laboratorium dalam batas normal. Haluaran urin 30 ml/ menit ada tanda-tanda vital stabil.
Intervensi  Keperawatan:
1) Pertahankan tirah baring, tinggikan kepala tempat tidur
2) Kaji tekanan darah saat masuk pada kedua lengan; tidur, duduk dengan pemantau tekanan arteri jika tersedia
3) Pertahankan cairan dan obat-obatan sesuai pesanan
4) Amati adanya hipotensi mendadak
5) Ukur masukan dan pengeluaran         
6) Pantau elektrolit, BUN, kreatinin sesuai pesanan
7) Ambulasi sesuai kemampuan; hibdari kelelahan

d. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit dan perawatan diri
Tujuan: Klien terpenuhi dalam informasi tentang hipertensi
Hasil yang diharapkan:
Pasien mengungkapkan pengetahuan dan ketrampilan penatalaksanaan perawatan dini
Melaporkan pemakaian obat-obatan sesuai pesanan.
Intervensi keperawatan:
1) Jelaskan sifat penyakit dan tujuan dari pengobatan dan prosedur
2) Jelaskan pentingnya lingkungan yang tenang, tidak penuh dengan stress
3) Diskusikan tentang obat-obatan : nama, dosis, waktu pemberian, tujuan dan efek
     samping atau efek toksikd. Jelaskan perlunya menghindari pemakaian obat bebas
     tanpa pemeriksaan dokter
4)   Diskusikan gejala kambuhan atau kemajuan penyulit untuk dilaporkan dokter : sakit kepala, pusing, pingsan, mual dan muntah.
5) Diskusikan pentingnya mempertahankan berat badan stabil
6) Diskusikan pentingnya menghindari kelelahan dan mengangkat berat. Diskusikan
    perlunya diet rendah kalori, rendah natrium sesuai pesanan.
7)   Jelaskan penetingnya mempertahankan pemasukan cairan yang tepat, jumlah yang
   diperbolehkan, pembatasan seperti kopi yang mengandung kafein, teh serta alkohol.
8)   Jelaskan perlunya menghindari konstipasi dan penahanan.




BAB II
ANALISA KASUS

A.  Kasus
Tn. L, 61 tahun dirawat di ruang Nuri 1 RSUD Arifin Achmad sejak tiga hari yang lalu. Keluhan Tn. L saat ini: kepala sakit, badan lemah, sulit tidur, konjunctiva anemis, anoreksia, makan 3-4 sendok. Tanda-tanda vital BP: 180/110 mmHg, P: 120 x/i, RR: 30 x/i, T: 38.5 C. Keluarga pasien mengatakan Tn. L sering mengeluh sakit kepala sejak satu bulan yang lalu dan hanya mengkonsumsi obat warung untuk mengatasi sakitnya.

B.  Data Demografi
Nama: Tn. L
Umur: 61 tahun
Ruang: Nuri 1 RSUD Arifin Ahmad
Pengkajian
Keluhan: Kepala sakit, badan lemah,Sulit tidur, konjungtiva anemis, anoreksia, makan 3-4 sendok.
TTV: BP: 180/110 mmHg, P: 120 x/i, RR: 30 x/i, T: 38,50 C

C.  Analisa Data
No
Data
Masalah Keperawatan
1
DS:
a.       Klien mengatakan sering anoreksia
b.      Klien mengatakan lemah
c.       Klien mengatakan makan 3-4 sendok
DO:
a.       Konjuktiva anemis
b.      Klien terlihat lemah
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
2
DS :
a.       Klien mengatakan sering sakit kepala

b.      Klien mengatakan tengkuknya terasa sakit
c.       Klien mengatakan sering pusing dan mulai dirasakan sejak 1 bulan yang lalu
d.      Klien mengatakan hanya mengkonsumsi obat warung untuk mengatasi sakitnya
DO :
a.   Klien terlihat memegang kepala
b.   Klien tampak meringis
c.   Klien sulit tidur
d.   Konjungtiva klien anemis
e.   Skala nyeri: 6-7
f.    TTV :
TD : 180/110 mmHg
RR : 30 x / menit
P : 120 x / menit
T : 38,5oC


Nyeri

DS :
a. Klien mengatakan mudah lelah dan badannya lemah
b. Klien mengatakan mual dan muntah,  hanya makan 3-4 sendok
DO :
a. Klien terlihat lesu
b. Klien terlihat banyak diam


Intoleransi aktivitas




D.  Diagnosa Keperawatan:
1)      Gangguan rasa nyaman: nyeri (sakit kepala) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral.
Tujuan: Tekanan vaskuler serebral tidak meningkat.
Kriteria Hasil:
Klien mengungkapkan tidak adanya sakit kepala dan tampak nyaman.
Intervensi :
a.       Pertahankan tirah baring, lingkungan yang tenang, sedikit penerangan
b.      Minimalkan gangguan lingkungan dan rangsangan.
c.       Batasi aktivitas.
d.      Hindari merokok atau menggunkan penggunaan nikotin.
e.       Beri obat analgesia dan sedasi sesuai pesanan.
f.       Beri tindakan yang menyenangkan sesuai indikasi seperti kompres es, posisi nyaman, tehnik relaksasi, bimbingan imajinasi, hindari konstipasi.

2)      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2.
Tujuan: Aktivitas pasien terpenuhi.
Kriteria Hasil:
Klien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang di inginkan/ diperlukan, melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat diukur.
Intervensi :
a.    Kaji toleransi pasien terhadap aktivitas dengan menggunakan parameter: frekuensi nadi 20 per menit diatas frekuensi istirahat, catat peningkatan TD, dipsnea, atau nyeri dada, kelelahan berat dan kelemahan, berkeringat, pusing atau pingsan. (Parameter menunjukan respon fisiologis pasien terhadap stress, aktivitas dan indikator derajat pengaruh kelebihan kerja/ jantung).
b. Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktivitas contoh: penurunan kelemahan/ kelelahan, TD stabil, frekwensi nadi, peningkatan perhatian pada aktivitas dan perawatan diri. (Stabilitas fisiologis pada istirahatpenting untuk memajukan tingkat aktivitas individual).
b.  Dorong memajukan aktivitas/toleransi perawatan diri. (Konsumsi oksigen miokardia selama berbagai aktivitas dapat meningkatkan jumlah oksigen yang ada. Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan tiba-tiba pada kerja jantung).
c.   Berikan bantuan sesuai kebutuhan dan anjurkan penggunaan kursi mandi, menyikat gigi/rambut dengan duduk dan sebagainya. (Teknik penghematan energi menurunkan penggunaan energi dan sehingga membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen).
d.  Dorong pasien untuk partisipasi dalam memilih periode aktivitas, seperti jadwal meningkatkan toleransi terhadap kemajuan aktivitas dan mencegah kelemahan.

E.  Managemen Farmakologi Dan Non Farmakologi
1.    Managemen farmakologi yang bisa diberikan kepada klien:
Dilakukan pemberian obat, dengan pilihan pertama golongan Diuretik dan Betabloker karena memiliki efektivitas yang tinggi dalam menurunkan tekanan darah dan efek samping ringan.
a.    Diuretik
Obat-obatan jenis diuretik bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh (lewat kencing) sehingga volume cairan ditubuh berkurang yang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih ringan. Contoh obatannya adalah Hidroklorotiazid.
b.    Betabloker
Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui penurunan daya pompa jantung. Jenis betabloker tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui mengidap gangguan pernapasan seperti asma bronkial. Contoh obatnya adalah: Metoprolol, Propranolol dan Atenolol. Pada penderita diabetes melitus harus hati-hati, karena dapat menutupi gejala hipoglikemia (kondisi dimana kadar gula dalam darah turun menjadi sangat rendah yang bisa berakibat bahaya bagi penderitanya). Pada orang tua terdapat gejala bronkospasme (penyempitan saluran pernapasan) sehingga pemberian obat harus hati-hati.
c. Penghambat Simpatetik
Golongan obat ini bekerja dengan menghambat aktivitas saraf simpatis (saraf yang bekerja pada saat kita beraktivitas). Contoh obatnya adalah: Metildopa, Klonidin dan Reserpin.
d. Vasodilator
Obat golongan ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos (otot pembuluh darah). Yang termasuk dalam golongan ini adalah: Prasosin, Hidralasin. Efek samping yang kemungkinan akan terjadi dari pemberian obat ini adalah: sakit kepala dan pusing.
e. Penghambat enzim konversi Angiotensin.
Cara kerja obat golongan ini adalah menghambat pembentukan zat Angiotensin II (zat yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah). Contoh obat yang termasuk golongan ini adalah Kaptopril. Efek samping yang mungkin timbul adalah: batuk kering, pusing, sakit kepala dan lemas.
f. Antagonis kalsium
Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara menghambat kontraksi jantung (kontraktilitas). Yang termasuk golongan obat ini adalah: Nifedipin, Diltiasem dan Verapamil. Efek samping yang mungkin timbul adalah: sembelit, pusing, sakit kepala dan muntah.
g. Penghambat Reseptor Angiotensin II
Cara kerja obat ini adalah dengan menghalangi penempelan zat Angiotensin II pada reseptornya yang mengakibatkan ringannya daya pompa jantung. Obat-obatan yang termasuk dalam golongan ini adalah Valsartan (Diovan). Efek samping yang mungkin timbul adalah: sakit kepala, pusing, lemas dan mual. Dengan pengobatan dan kontrol yang teratur, serta menghindari faktor resiko terjadinya hipertensi, maka angka kematian akibat penyakit ini bisa ditekan.

2. Managemen Nonfarmakologi yang diberikan kepada klien:
a. Klien dianjurkan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan dengan batasan medis.
b.  Klien dianjurkan untuk diet rendah garam/ kolesterol/ lemak jenuh
c. Ciptakan keadaan rileks, dimana keadaan rileks dapat mengontrol sistem saraf yang  akhirnya dapat menurunkan tekanan darah.

3. Pendidikan Kesehatan yang diberikan pada Tn. L
Penyuluhan kesehatan yang bisa diberikan kepada klien yaitu memberikan informasi mengenai penyakit Hipertensi, penggunaan obat-obatan dan pengelolaannya sehingga klien dapat mempertahankan hidupnya dan mencegah komplikasi lebih lanjut.



BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Hipertensi adalah tekanan darah tinggi atau istilah kedokteran menjelaskan hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi gangguan pada mekanisme pengaturan tekanan darah (Mansjoer, 2000). Hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2 golongan besar yaitu hipertensi essensial (hipertensi primer) dimana  hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya, dan hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang di sebabkan oleh penyakit lain.
Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-data penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan terjadinya hipertensi. Faktor tersebut adalah faktor keturunan, ciri keseorangan, dan kebiasaan hidup.
B. SARAN
Penulis berharap dengan makalah ini, semoga mahasiswa dapat mengerti bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan hipertensi serta paham bagaimana patofiologi yang terjadi pada klien dengan hipertensi sehingga bisa berpikir kritis dalam melakukan tindakan keperawatan.


DAFTAR PUSTAKA

L. Bruser, V (2006). Aplikasi Klinis Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Mansjoer, A (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.
Rokhaeni, dkk  (2001). Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Harapan Kita.
Udjianti, J (2010). Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika.