Wednesday 18 April 2012

Asuhan Keperawatan Gastrointestinal dan Genitourinaria pada Lansia

BAB I
PENDAHULUAN

I.         SISTEM GENITOURINARIA
A.    Sistem genitourinaria
Sistem perkemihan atau sistem genitourinaria adalah suatu sistem dimana terjadinya proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih).

Organ Sistem Perkemihan atau Sistem Genitourinaria meliputi :
1.      Ginjal
Kedudukan ginjal terletak dibagian belakang dari kavum abdominalis di belakang peritonium pada kedua sisi vertebra lumbalis III, dan melekat langsung pada dinding abdomen. Bentuknya seperti biji buah kacang merah (kara/ercis), jumlahnaya ada 2 buah kiri dan kanan, ginjal kiri lebih besar dari pada ginjal kanan.

Pada orang dewasa berat ginjal ± 200 gram. Dan pada umumnya ginjal laki-laki lebih panjang dari pada ginjal wanita. Satuan struktural dan fungsional ginjal yang terkecil di sebut nefron. Tiap-tiap nefron terdiri atas komponen vaskuler dan tubuler. Komponen vaskuler terdiri atas pembuluh-pembuluh darah yaitu glomerolus dan kapiler peritubuler yang mengitari tubuli. Dalam komponen tubuler terdapat kapsul Bowman, serta tubulus-tubulus, yaitu tubulus kontortus proksimal, tubulus kontortus distal, tubulus pengumpul dan lengkung Henle yang terdapat pada medula. Kapsula Bowman terdiri atas lapisan parietal (luar) berbentuk gepeng dan lapis viseral (langsung membungkus kapiler golmerlus) yang bentuknya besar dengan banyak juluran mirip jari disebut podosit (sel berkaki) atau pedikel yang memeluk kapiler secara teratur sehingga celah–celah antara pedikel itu sangat teratur.

Kapsula bowman bersama glomerolus disebut korpuskel renal, bagian tubulus yang keluar dari korpuskel renal disabut dengan tubulus kontortus proksimal karena jalannya yang berbelok–belok, kemudian menjadi saluran yang lurus yang semula tebal kemudian menjadi tipis disebut ansa Henle atau loop of Henle, karena membuat lengkungan tajam berbalik kembali ke korpuskel renal asal, kemudian berlanjut sebagai tubulus kontortus distal.

a)        Bagian–Bagian Ginjal
Bila sebuh ginjal kita iris memanjang, maka aka tampak bahwa ginjal terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian kulit (korteks), sumsum ginjal (medula), dan bagian rongga ginjal (pelvis renalis).

1.   Kulit Ginjal (Korteks)
Pada kulit ginjal terdapat bagian yang bertugas melaksanakan penyaringan darah yang disebut nefron. Pada tempat penyaringan darah ini banyak mengandung kapiler–kapiler darah yang tersusun bergumpal–gumpal disebut glomerolus. Tiap glomerolus dikelilingi oleh simpai bowman, dan gabungan antara glomerolus dengan simpai bowman disebut badan malphigi.

Penyaringan darah terjadi pada badan malphigi, yaitu diantara glomerolus dan simpai bowman. Zat–zat yang terlarut dalam darah akan masuk kedalam simpai bowman. Dari sini maka zat–zat tersebut akan menuju ke pembuluh yang merupakan lanjutan dari simpai bowman yang terdapat di dalam sumsum ginjal.

2.   Sumsum Ginjal (Medula)
Sumsum ginjal terdiri beberapa badan berbentuk kerucut yang disebut piramid renal. Dengan dasarnya menghadap korteks dan puncaknya disebut apeks atau papila renis, mengarah ke bagian dalam ginjal. Satu piramid dengan jaringan korteks di dalamnya disebut lobus ginjal. Piramid antara 8 hingga 18 buah tampak bergaris–garis karena terdiri atas berkas saluran paralel (tubuli dan duktus koligentes).

Diantara pyramid terdapat jaringan korteks yang disebut dengan kolumna renal. Pada bagian ini berkumpul ribuan pembuluh halus yang merupakan lanjutan dari simpai bowman. Di dalam pembuluh halus ini terangkut urine yang merupakan hasil penyaringan darah dalam badan malphigi, setelah mengalami berbagai proses.

3.   Rongga Ginjal (Pelvis Renalis)
Pelvis Renalis adalah ujung ureter yang berpangkal di ginjal,  berbentuk corong lebar. Sebelum berbatasan dengan jaringan ginjal, pelvis renalis bercabang dua atau tiga disebut kaliks mayor, yang masing–masing bercabang membentuk beberapa kaliks minor yang langsung menutupi papila renis dari piramid. Kaliks minor ini menampung urine yang terus keluar dari papila. Dari Kaliks minor, urine masuk ke kaliks mayor, ke pelvis renis ke ureter, hingga di tampung dalam kandung kemih (vesikula urinaria).

b)    Fungsi Ginjal :
1.   Mengekskresikan zat–zat sisa metabolisme yang mengandung nitrogen, misalnya amonia.
2.   Mengekskresikan zat–zat yang jumlahnya berlebihan (misalnya gula dan vitamin) dan berbahaya (misalnya obat–obatan, bakteri dan zat warna).
3.   Mengatur keseimbangan air dan garam dengan cara osmoregulasi.
4.   Mengatur tekanan darah dalam arteri dengan mengeluarkan kelebihan asam atau basa.

2.      Ureter
Terdiri dari 2 saluran pipa masing–masing bersambung dari ginjal ke kandung kemih (vesika urinaria) panjangnya ± 25–30 cm dengan penampang ± 0,5 cm. Ureter sebagian terletak dalam rongga abdomen dan sebagian terletak dalam rongga pelvis.

Lapisan dinding ureter terdiri dari :
a. Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
b. Lapisan tengah otot polos
c. Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa
Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan–gerakan peristaltik tiap 5 menit sekali yang akan mendorong air kemih masuk ke dalam kandung kemih (vesika urinaria).

Gerakan peristaltik mendorong urin melalui ureter yang dieskresikan oleh ginjal dan disemprotkan dalam bentuk pancaran, melalui osteum uretralis masuk ke dalam kandung kemih.

3.      Vesika Urinaria (Kandung Kemih)
Kandung kemih dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet, terletak di belakang simfisis pubis di dalam ronga panggul. Bentuk kandung kemih seperti kerucut yang dikelilingi oleh otot yang kuat, berhubungan dengan ligamentum vesika umbikalis medius.

Bagian vesika urinaria terdiri dari :
a.       Fundus, yaitu bagian yang menghadap kearah belakang dan bawah, bagian ini terpisah dari rektum oleh spatium rectosivikale yang terisi oleh jaringan ikat duktus deferent, vesika seminalis dan prostat.
b.      Korpus, yaitu bagian antara verteks dan fundus.
c.       Verteks, bagian yang maju kearah muka dan berhubungan dengan ligamentum vesika umbilikalis.

Dinding kandung kemih terdiri dari beberapa lapisan yaitu, peritonium (lapisan sebelah luar), tunika muskularis, tunika submukosa, dan lapisan mukosa (lapisan bagian dalam).

Proses Miksi (Rangsangan Berkemih). Distensi kandung kemih, oleh air kemih akan merangsang stres reseptor yang terdapat pada dinding kandung kemih dengan jumlah ± 250 cc sudah cukup untuk merangsang berkemih (proses miksi). Akibatnya akan terjadi reflek kontraksi dinding kandung kemih, dan pada saat yang sama terjadi relaksasi spinter internus, diikuti oleh relaksasi spinter eksternus, dan akhirnya terjadi pengosongan kandung kemih.

Rangsangan yang menyebabkan kontraksi kandung kemih dan relaksasi spinter interus dihantarkan melalui serabut–serabut para simpatis. Kontraksi spinter eksternus secara volunter bertujuan untuk mencegah atau menghentikan miksi. Kontrol volunter ini hanya dapat terjadi bila saraf–saraf yang menangani kandung kemih uretra medula spinalis dan otak masih utuh.

Bila terjadi kerusakan pada saraf–saraf tersebut maka akan terjadi inkontinensia urin (kencing keluar terus–menerus tanpa disadari) dan retensi urine (kencing tertahan).

Persarafan dan peredaran darah vesika urinaria, diatur oleh torakal lumbar dan kranial dari sistem persarafan otonom. Torakal lumbar berfungsi untuk relaksasi lapisan otot dan kontraksi spinter interna.

Peritonium melapisi kandung kemih kira–kira sampai perbatasan ureter masuk ke kandung kemih. Peritoneum dapat digerakkan membentuk lapisan dan menjadi lurus apabila kandung kemih terisi penuh. Pembuluh darah Arteri vesikalis superior berpangkal dari umbilikalis bagian distal, vena membentuk anyaman dibawah kandung kemih. Pembuluh limfe berjalan menuju duktus limfatilis sepanjang arteri umbilikalis.

4.      Uretra
Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung kemih yang berfungsi menyalurkan air kemih keluar. Pada laki-laki uretra berjalan berkelok– kelok melalui tengah–tengah prostat kemudian menembus lapisan fibrosa yang menembus tulang pubis kebagian penis panjangnya ± 20 cm.

Uretra pada laki–laki terdiri dari :
a.   Uretra Prostaria
b.   Uretra Membranosa
c.   Uretra Kavernosa

Uretra pada wanita terletak dibelakang simfisis pubis dan berjalan miring sedikit kearah atas, panjangnya ± 3 – 4 cm. Lapisan uretra pada wanita terdiri dari Tunika muskularis (sebelah luar), lapisan spongeosa merupakan pleksus dari vena – vena, dan lapisan mukosa (lapisan sebelah dalam). Muara uretra pada wanita terletak di sebelah atas vagina (antara klitoris dan vagina) dan uretra di sini hanya sebagai saluran ekskresi.

B.     Perubahan Sistem Perkemihan pada Lansia
Masing-masing ginjal terdiri atas 1 juta nefron yang hidup dan aktif. Pada awal usia 40 tahun terjadi penurunan ukuran dan jumlah nefron usia 80 tahun, lebih dari 50% nefron hilang. Meskipun banyak jumlah nefron yang hilang, masing-masing ginjal memiliki 25% nefron yang berfungsi normal. Kecepatan filtrasi, ekskresi, dan reabsorbsi mengalami kemunduran. Kemunduran GFR dipengaruhi proses penuaan seseorang pada masalah pengeluaran obat oleh ginjal (Stanley & Bare, 2006).

Hilangnya glomerulus ginjal menyertai proses penuaan. Kehilangan ini bersamaaan dengan penururnan perfusi ginjal menyebabkan penururnan laju filtrasi glomerulus (GFR). Penurunan filtrasi menyebabkan penurunan pembersihan substansi secara normal (Hudak & Gallo, 1997).

Peningkatan nitrogen urea darah adalah (BUN) atau kreatinin mengindikasikan luasnya penururnan GFR. Akan tetapi, kreatinin dari pemecahan otot dapat terjadi lebih sedikit pada pasien muda dan dapat menutupi peningkatan (clearense) kreatinin. Kreatinin lebih akurat pengukurannya terhadap ginjal untuk pasien lansia. Evaluasi fungsi ginjal sangat penting bila pasien menerima obat yang secara normal diekskresi melalui ginjal (Hudak dan Gallo, 1997).

Pada lansia mungkin mempunyai kadar glukosa ginjal yang tinggi. Pada lansia kadar gula darah tinggi di dalam urin merupakan penyebab glukosuria dikarenakan faktor usia, ginjal mengalami penurunan kemampuan untuk memekatkan urin karena penurunan jumlah nefron. Penurunan ini mempengaruhi keseimbangan cairan. Pada lansia dapat meningkatkan dehidrasi khususnya jika seseorang mengangap tidak penting sebelum didiagnosa atau juga yang memiliki demam, diare atau muntah. Potensi dehidrasi dapat meningkat sebagai hasil dari penurunan atau proses penuaan (Stanley & Bare, 2006).

Tonus otot kandung kemih dapat hilang dan pengosongannya tidak tuntas ditambah  dengan  adanya retensi dapat memperberat terjadinya infeksi saluran kemih yang dapat meningkatkan dan menjadi infeksi ginjal. Hilangnya tonus otot, retensi dan hilangnya kontrol spinter menyebabkan inkontinensia pada lansia (Hudak & Gallo, 1997).

Lansia juga cenderung menderita komplikasi dari infeksi. Infeksi saluran kemih yang sederhana dapat mengakibatkan terjadinya bakterimia.

C.     WOC (Web of Caution )

D.    Masalah-masalah pada Sistem Genitourinaria
Gangguan pada saluran perkemihan:

1.      Infeksi saluran perkemihan
Definisi

Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah istilah umum yang dipakai untuk menyatakan adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih. Infeksi saluran kemih dapat mengenai baik laki-laki maupun wanita dari semua umur, baik anak-anak, remaja, dewasa maupun lanjut usia. Akan tetapi dari kedua jenis kelamin, ternyata wanita lebih sering daripada pria dengan angka populasi umum, kurang lebih 5-15%. Untuk menyatakan adanya ISK harus ditemukan bakteri dalam urin.

Bakteriuria yang disertai dengan gejala pada saluran kemih disebut bakteriuria simptomatis. Sedangkan yang tanpa gejala disebut bakteriuria asimptomatis. Dikatakan bakteriuria positif pada pasien asimptomatis bila terdapat lebih dari 105 koloni bakteri dalam sampel urin, sedangkan pada pasien simptomatis bisa terdapat jumlah koloni lebih rendah. Prevalensi ISK yang tinggi pada usia lanjut antara lain disebabkan karena sisa urin dalam kandung kemih meningkat akibat pengosongan kandung kemih kurang efektif.

Etiologi
ISK pada usia lanjut dipandang dari segi penatalaksanaan sering dibedakan atas:
a.   ISK uncomplicated (simple)
ISK yang sederhana yang terjadi pada penderita dengan saluran kencing baik anatomi maupun fungsional normal. ISK sederhana ini pada usia lanjut terutama mengenai penderita wanita dan infeksi hanya mengenai mukosa superfisial kandung kemih. Penyebab kuman tersering (90%) adalah E. coli.

b.   ISK complicated
Sering menimbulkan banyak masalah karena kuman penyebab sulit diberantas, kuman penyebab sering resisten terhadap beberapa macam antibiotik, sering terjadi bakteriemia, sepsis, dan syok. Penyebab kuman pada ISK complicated adalah Pseudomonas, Proteus, dan Klebsiela.

Tanda dan gejala
Gejala klinis ISK tidak khas dan bahkan pada sebagian pasien tanpa gejala. Gejala yang sering ditemukan ialah disuria, polakisuria dan terdesak kencing yang biasanya terjadi bersamaan. Nyeri suprapubik dan daerah pelvis juga ditemukan. Polakisuria terjadi akibat kandung kemih tidak dapat menampung urin lebih dari 500 ml karena mukosa yang meradang sehingga sering kencing. Stranguria, tenesmus, nokturia, sering juga ditemukan enuresis nokturnal sekunder, prostatismus, nyeri uretra, kolik ureter dan ginjal. Gejala klinis ISK sesuai dengan bagian saluran kemih yang terinfeksi sebagai berikut.

Pada ISK bagian bawah, keluhan pasien biasanya berupa rasa sakit atau rasa panas di uretra sewaktu kencing dengan air kemih sedikit-sedikit serta rasa tidak enak di daerah suprapubik.

Pada ISK bagian atas dapat ditemukan gejala sakit kepala, malaise, mual, muntah, demam, menggigil, rasa tidak enak, atau nyeri di pinggang.

Diagnosa Keperawatan
1.      Nyeri berhubungan dengan peradangan lokal, ketidaknyamanan,infeksi
2.      Gangguan pola berkemih berhubungan dengan inflamasi

Intervensi Keperawatan
1.      Nyeri berhubungan dengan peradangan lokal, ketidaknyamanan,infeksi
a.    Anjurkan pasien untuk melakukan tekhnik relaksasi, seperti nafas dalam, kompres hangat yang berguna untuk mengurangi nyeri yang dialami oleh pasien.
b.    Anjurkan pasien untuk minum cairan 8000 ml/ hari jika keadaan memungkinkan
c.    Perawat dapat memberikan Phenazopyridine (Pyridium) yang bertindak sebagai analgesik lokal untuk mengurangi nyeri, gatal atau terbakar.
d.   Jika  Phenazopyridine (Pyridium) diberikan, perawat memberitahu pasien bahwa urin dapat menjadi berwarna orange-merah dan dapat menodai pakaian.

2.      Gangguan pola berkemih berhubungan dengan inflamasi

a.       Perawat menjelaskan kepada pasien pentingnya pengosongan kandung kemih ketika buang air kecil
b.      Perawat menentukan dan membandingkan pola eliminasi yang sebelumnya dengan pola eliminasi saat ini yang terjadi pada pasien
c.       Perawat dapat melakukan palpasi pada kandung kemih untuk menilai retensi urin
d.      Untuk pasien dengan kateter, perawat dapat menyimpan catatan cairan  input dan output
e.       Perawat harus memantau warna dan bau urin yang dikeluarkan
f.       Lakukan pelepasan kateter sesegera mungkin untuk membangun kembali pola berkemih yang normal
g.      Perawat harus berhati-hati untuk menjaga posisi pipa drainase agar dapat memudahkan pengeluaran urin

2.      Inkontinensia Urin
Definisi
Inkontinensia urin merupakan pengeluaran urin tanpa disadari  dan salah satu manifestasi penyakit yang sering ditemukan pada pasien geriatri. Diperkirakan prevalensi inkontinensia urin berkisar antara 15–30% usia lanjut di masyarakat dan 20-30% pasien geriatri yang dirawat di rumah sakit mengalami inkontinensia urin, dan kemungkinan bertambah berat inkontinensia urinnya 25-30% saat berumur 65-74 tahun. Masalah inkontinensia urin ini angka kejadiannya meningkat dua kali lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria.

Perubahan-perubahan akibat proses menua mempengaruhi saluran kemih bagian bawah. Perubahan tersebut merupakan predisposisi bagi lansia untuk mengalami inkontinensia, tetapi tidak menyebabkan inkontinensia. Jadi inkontinensia bukan bagian normal proses menua.


Etiologi
Penyebab Inkontinensia urin yang paling umum terjadi pada lansia adalah ketidakstabilan otot destrusor, kelemahan dasar panggul, hiperplasia prostat jinak, gangguan mobilitas, obat-obatan tertentu dan kondisi patologis seperti infeksi.

Obat-obat tertentu yang dapat menyebabkan inkontinensia adalah chlordiazepoxide ( Librium ), clonidine (Catapres), diazepam (Valium), digitalis (Lanoxin), Furosemid (Lasix), Isoproterenol (Isuprel), Levodopa (L-dopa, Larodopa), Lithium (Lithotabs, Lithane), Metadon (Methadose, Dolophine), Metronidazol (Flagyl), Neostigmine (Prostigmin), Fenitoin (Dilantin), Terbutaline  (Brethine), Asam Valproik ( Depakene), Vasopresin ( Pitressin ).

Klasifikasi Inkontinensia Urin
Inkontinensia urin diklasifikasikan :
a.       Inkontinensia Urin Akut Reversibel
Pasien delirium mungkin tidak sadar saat mengompol atau tak dapat pergi ke toilet sehingga berkemih tidak pada tempatnya. Bila delirium teratasi maka inkontinensia urin umumnya juga akan teratasi. Setiap kondisi yang menghambat mobilisasi pasien dapat memicu timbulnya inkontinensia urin fungsional atau memburuknya inkontinensia persisten, seperti fraktur tulang pinggul, stroke, arthritis dan sebagainya.

Resistensi urin karena obat-obatan, atau obstruksi anatomis dapat pula menyebabkan inkontinensia urin. Keadaan inflamasi pada vagina dan urethra (vaginitis dan urethritis) mungkin akan memicu inkontinensia urin. Konstipasi juga sering menyebabkan inkontinensia akut.

Berbagai kondisi yang menyebabkan poliuria dapat memicu terjadinya inkontinensia urin, seperti glukosuria atau kalsiuria. Gagal jantung dan insufisiensi vena dapat menyebabkan edema dan nokturia yang kemudian mencetuskan terjadinya inkontinensia urin nokturnal. Berbagai macam obat juga dapat mencetuskan terjadinya inkontinensia urin seperti Calcium Channel Blocker, agonist adrenergic alfa, analgesic narcotic, psikotropik, antikolinergik dan diuretic.

b.      Inkontinensia Urin Persisten
Inkontinensia urin persisten dapat diklasifikasikan dalam berbagai cara, meliputi anatomi, patofisiologi dan klinis. Untuk kepentingan praktek klinis, klasifikasi klinis lebih bermanfaat karena dapat membantu evaluasi dan intervensi klinis.

Kategori klinis meliputi :
1.      Inkontinensia urin stress (stres inkontinence)
Tidak terkendalinya aliran urin akibat meningkatnya tekanan intraabdominal, seperti pada saat batuk, bersin atau berolahraga. Umumnya disebabkan oleh melemahnya otot dasar panggul, merupakan penyebab tersering inkontinensia urin pada lansia di bawah 75 tahun. Lebih sering terjadi pada wanita tetapi mungkin terjadi pada laki-laki akibat kerusakan pada spinter urethra setelah pembedahan transurethral dan radiasi. Pasien mengeluh mengeluarkan urin pada saat tertawa, batuk, atau berdiri. Jumlah urin yang keluar dapat sedikit atau banyak.

2.      Inkontinensia urin urgensi (urgency inkontinence)
Keluarnya urin secara tak terkendali dikaitkan dengan sensasi keinginan berkemih. Inkontinensia urin jenis ini umumnya dikaitkan dengan kontraksi detrusor tak terkendali (detrusor overactivity). Masalah-masalah neurologis sering dikaitkan dengan inkontinensia urin urgensi ini, meliputi stroke, penyakit Parkinson, demensia dan cedera medula spinalis. Pasien mengeluh tak cukup waktu untuk sampai di toilet setelah timbul keinginan untuk berkemih sehingga timbul peristiwa inkontinensia urin. Inkontinensia tipe urgensi ini merupakan penyebab tersering inkontinensia pada lansia di atas 75 tahun. Satu variasi inkontinensia urgensi adalah hiperaktifitas detrusor dengan kontraktilitas yang terganggu. Pasien mengalami kontraksi involunter tetapi tidak dapat mengosongkan kandung kemih sama sekali. Mereka memiliki gejala seperti inkontinensia urin stress, overflow dan obstruksi. Oleh karena itu perlu untuk mengenali kondisi tersebut karena dapat menyerupai ikontinensia urin tipe lain sehingga penanganannya tidak tepat.

3.      Inkontinensia urin luapan / overflow (overflow incontinence)
Tidak terkendalinya pengeluaran urin dikaitkan dengan distensi kandung kemih yang berlebihan. Hal ini disebabkan oleh obstruksi anatomis, seperti pembesaran prostat, faktor neurogenik pada diabetes melitus atau sclerosis multiple, yang menyebabkan berkurang atau tidak berkontraksinya kandung kemih, dan faktor-faktor obat-obatan. Pasien umumnya mengeluh keluarnya sedikit urin tanpa adanya sensasi bahwa kandung kemih sudah penuh.

4.      Inkontinensia urin fungsional
Memerlukan identifikasi semua komponen tidak terkendalinya pengeluaran urin akibat faktor-faktor di luar saluran kemih. Penyebab tersering adalah demensia berat, masalah muskuloskeletal berat, faktor lingkungan yang menyebabkan kesulitan untuk pergi ke kamar mandi, dan faktor psikologis.
Seringkali inkontinensia urin pada lansia muncul dengan berbagai gejala dan gambaran urodinamik lebih dari satu tipe inkontinensia urin. Penatalaksanaan yang tepat memerlukan identifikasi semua komponen.

Tanda dan Gejala
Pada umumnya keluhan penderita yaitu:
a.       Kencing keluar pada waktu batuk, tertawa, bersin dan latihan
b.      Keluarnya kencing tidak dapat ditahan
c.       Kencing keluar menetes pada keadaan kandung kemih penuh

Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
a.       Inkontinensia berhubungan dengan kerusakkan kemampuan untuk mengenali isyarat berkemih
b.      Inkontinensia berhubungan dengan kehilangan kemampuan motorik, sensorik, dan kognitif
c.       Inkontinensia berhubungan dengan adanya hambatan lingkungan ke kamar mandi

Intervensi Keperawatan
1.      Inkontinensia berhubungan dengan kerusakkan kemampuan untuk mengenali isyarat berkemih
·         Tekankan bahwa inkontinensia bukan berhubungan dengan usia yang tidak dapat dielakkan
·         Jelaskan ke pasien untuk tidak membatasi masukkan cairan karena takut mengalami inkontinensia
·         Kaji adanya kerusakkan kemampuan berkemih
·         Gunakan pampers untuk mempermudah dalam berkemih jika diperlukan

  1. Inkontinensia berhubungan dengan kehilangan kemampuan motorik, sensorik dan kognitif
·         Tekankan bahwa inkontinensia bukan berhubungan dengan usia yang tidak dapat dielakkan
·         Jelaskan ke pasien untuk tidak membatasi masukkan cairan karena takut inkontinensia
·         Kaji kemunduran motorik, sensorik dan kognitif yang terjadi
·         Untuk pasien dengan kemunduran kognitif, anjurkan pasien untuk ke kamar kecil setiap 2 jam setelah makan dan sebelum tidur

  1. Inkontinensia berhubungan dengan adanya hambatan lingkungan ke kamar mandi
·         Tekankan bahwa inkontinensia bukan berhubungan dengan usia yang tidak dapat dielakkan
·         Jelaskan ke pasien untuk tidak membatasi masukkan cairan karena takut inkontinensia
·         Kaji tingkat kemampuan pasien untuk mencapai kamar mandi
·         Anjurkan didalam kamar terdapat kamar mandi untuk mempermudah pasien dalam berkemih
·         Bila diperlukan, pertimbangkan penggunaan pampers, kursi commode atau urin

3.      Hiperplasia Prostat jinak                    
Definisi
Hiperplasia Prostat jinak adalah pembesaran nonmalignant dari kelenjar prostat yang menyempitkan uretra dan menyebabkan berbagai pembatasan aliran kemih.

Etiologi
Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan testosteron estrogen, karena produksi testosteron menurun dan terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa di perifer. Karena proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan maka efek perubahan juga terjadi secara perlahan-lahan.
         Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, resistensi pada leher vesika dan daerah prostat meningkat, dan detrusor menjadi lebih tebal. Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi otot dinding. Apabila keadaan berlanjut maka
detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin.

Tanda dan gejala
a.                  Dorongan mendesak untuk buang air kecil. Beberapa pria mungkin  mengompol tanpa dapat ditahan
b.                  Penundaan antara awal berkemih dan aliran urin
c.                  Aliran urin lemah atau terputus-putus
d.                  Urin tetap menetes setelah buang air kecil
e.                  Perasaan bahwa kandung kemih tidak kosong setelah buang air kecil
f.                   Sakit di punggung bawah, panggul atau paha atas
g.                  Sensasi terbakar atau sakit saat buang air kecil.

Gejala dapat berbeda-berbeda antar individu. Gejala juga dapat bervariasi pada masing-masing individu di sepanjang perjalanan penyakit. Perlu ditekankan bahwa gejala di atas tidak selalu menunjukkan adanya pembesaran prostat. Penyakit lain dapat menyebabkan gejala yang sama.

Diagnosa Keperawatan
a.       Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan pembesaran prostat
b.       Nyeri berhubungan dengan distensi kandung kemih
c.       Kecemasan berhubungan dengan ketidakmampuan untuk berkemih, disfungsi seksual, perubahan dalam status kesehatan lainnya

Intervensi Keperawatan
  1. Gangguan eliminasi dan Nyeri
1.      Dorong pasien untuk berkemih setiap dua jam
2.      Perawat mendokumentasikan kekuatan berkemih dan adakah nyeri yang dirasakan pasien ketika berkemih
3.      Perawat memantau asupan cairan input dan output
4.         Jika Nokturia merupakan masalah, cairan yang masuk dapat dibatasi dimalam hari
5.      Pantau TTV secara ketat
6.      Kateterisasi tidak dianjurkan namun perawat dapat membantu pasien untuk berambulasi ke toilet
7.         Antispasmodics (Oxybutynin) dapat diberikan untuk meringankan kejang kandung kemih

  1. Kecemasan
1.       Perawat harus bersedia dalam menjawab pertanyaan yang diutarakan oleh pasien
2.         Perawat memberikan informasi yang akurat
3.         Perawat mendengar kecemasan dan ketakutan pasien

E.     Pengkajian secara umum
Pengkajian ini meliputi identitas klien, status kesehatan saat ini, riwayat kesehatan masa lalu, riwayat kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik sistem gastrointestinal, pola aktivitas sehari-hari, serta pengkajian pola psikososial dan spiritual.

a.       Identitas klien
-          Nama
-          Umur
-          Jenis kelamin
-          Status perkawinan
-          Agama
-          Suku

b.      Status kesehatan saat ini :
-          status kesehatan secara umum
-          keluhan kesehatan saat ini
-          Pengetahuan, pemahaman, dan penatalaksanaan masalah kesehatan

c.       Riwayat kesehatan masa lalu:
-          penyakit masa kanak-kanak
-          penyakit kronik
-          Pernah mengalami trauma

d.      Observasi penampilan umum
-          Pucat (kehilangan darah dari GI)
-          Kelelahan dan kelemahan (malnutrisi, ketidakseimbangan elektrolit, atau perdarahan). Obesitas atau penurunan berat badan yang tidak biasa.

e.       Pemeriksaan fisik
Inspeksi, palpasi dan perkusi abdomen terhadap kandung kemih yang sudah penuh, nyeri atau abnormalitas. Lakukan pemeriksaan pada lansia wanita terhadap inkontinensia stres dengan melakukan:
1.      Berikan klien cairan sedikitnya satu gelas penuh, dan tunggu hingga klien merasakan adanya sensasi untuk berkemih.
2.      Instruksikan klien untuk berdiri, jika tidak bisa cukup dengan posisi duduk yang ditegakkan.
3.      Minta klien untuk memegang area periniumnya, dan minta klien untuk batuk dengan kuat.
Hasil tes negatif tidak ada kebocoran (urin yang keluar) atau hanya sedikit urin yang keluar (Eliopaolus, 2005.

1.      Wawancara
Wawancara  yang dilakukan harus mencakup review dari fungsi sistem tanda-tanda dan gejala yang dirasakan oleh klien, pertanyaan yang dapat ditanyakan adalah :
-          Frekuensi pengosongan
Berapa kali anda berkemih selama sehari dan pada malam hari?
Adakah perubahan yang terjadi pada pola berkemih anda?
-          Kontinensi
Apakah anda pernah kehilangan kontrol untuk berkemih?
Apakah urin akan keluar jika anda batuk atau bersin?
Seberapa cepat anda akan ketoilet setelah merasakan adanya keinginan untuk berkemih sebelum anda kehilangan kontrol?
-          Retensi
Apakah anda pernah merasakan bahwa kandung kemih anda tidak benar-benar kosong setelah anda berkemih?
Apakah anda merasakan kandung kemih anda penuh setelah berkemih?
-          Nyeri
Apakah terasa nyeri saat anda berkemih?
Apakah anda merasakan nyeri dibagian bawah abdomen atau ada dibagian lain?
Apakah ada penegangan, ketidaknyamanan, lesi atau nyeri diarea genital anda?
-          Discharge
Apakah ada sekresi, darah atau discharge dari genital anda?
-          Urin
Apakah anda pernah melihat adanya kristal atau partikel diurin anda?
Apakah urin anda pernah berwarna pink, berdarah, discolor ?
Apakah urin itu jernih atau keruh?
Apakah urin anda berbau busuk?
-          Disfungsi seksual
Dapatkan anda mencapai ereksi dan mempertahankannya selama berhubungan?
Seperti apa ejakulasi anda?
Apakah vagina anda sensitif atau terlau kering saat berhubungan?
Apakah anda merasakan kepuasan setelah berhubungan?
Apakah ada perubahan dalam pola seksual anda?

II.        SISTEM GASTROINTESTINAL
A.    Sistem Gastrointestinal
Secara normal fungsi sistem gastrointestinal yaitu bertanggung jawab untuk mensuplai tubuh dengan nutrisi yang dibutuhkan untuk mempertahankan kesehatan. Gangguan fungsi sistem gastrointestinal dapat mengakibatkan efek yang signifikan terhadap kehidupan lansia.

Fungsi utama sistem gastrointestinal adalah mencerna makanan dan mengabsorbsi nutrisi. Fungsi kedua sebagai organ tambahan yang termasuk sekresi dan motilitas. Sistem gastrointestinal disebut juga alimentary tract, yang terdiri dari mulut, faring, esofagus, lambung, usus halus dan usus besar. Sistem gastrointestinal berupa saluran dalam tubuh yang dimulai dari mulut dan diakhiri dengan anus.

Organ sistem pencernaan terdiri dari :
1.      Rongga mulut
Proses pencernaan pertama kali terjadi didalam rongga mulut. Di dalam rongga mulut, makanan dikunyah dan dihancurkan oleh gigi, dibantu oleh lidah. Dalam rongga mulut juga ada enzim yang membantu pencernaan yaitu enzim amylase.

2.      Esofagus
Setelah dicerna di dalam mulut, makanan akan masuk ke dalam kerongkongan. Makanan didorong oleh otot kerongkongan menuju lambung. Gerakan otot ini disebut gerak peristaltik. Gerak peristaltik inilah yang menyebabkan makanan terdorong hingga masuk ke lambung.

3.      Lambung dan Usus
Dari kerongkongan, makanan masuk ke lambung. Lapisan kulit lambung mensekresi asam klorida, musin, dan enzim.Usus halus merupakan tempat pencernaan dan penyerapan nutrisi. Setelah melewati usus halus sisa makanan masuk ke usus besar dan terjadi pembusukan. Jika kolon desenden pada usus besar penuh dan feses masuk ke dalam rectum maka timbul keinginan untuk BAB. Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh.

4.      Pankreas dan Hati
Pankreas dan hati memiliki kemampuan mensintesis protein dan enzim-enzim pencernaan (Stanley & Bare, 2007). Hati berfungsi untuk membuang bakteri dan partikel asing lainnya yang diserap dari usus, berbagai zat gizi yang diserap dari usus selanjutnya dipecah sehingga dapat digunakan oleh tubuh. Hati melakukan proses tersebut dengan kecepatan tinggi, setelah darah diperkaya dengan zat-zat gizi, darah dialirkan ke dalam sirkulasi umum. Hati menghasilkan sekitar separuh dari seluruh kolestrol dalam tubuh, sisanya berasal dari makanan. Sekitar 80 % kolestrol yang dihasilkan di hati digunakan untuk membuat empedu. Hati juga menghasilkan empedu, yang disimpan di dalam kandung empedu.

B.     Proses Penuaan Normal pada Saluran Gastrointestinal
Masalah yang berkaitan dengan sistem gastrointestinal sering terjadi pada lansia. Perubahan fungsi meliputi penurunan pengosongan lambung dan peningkatan pH lambung, penurunan kerja peristaltik esofagus, penurunan produksi ptialin, asam hidroklorida, dan pepsin, serta kecenderungan terjadinya gangguan absorpsi vitamin B1, B12, Kalium, Kalsium dan zat Besi. Banyak lansia mengalami penurunan selera makan, yang dapat disebabkan oleh penurunan ketajaman bintil perasa (taste buds), kuncup rasa serta penurunan kemampuan untuk merasakan makanan yang manis dan asin. Lansia dapat juga mengalami masalah gigi yang akan menurunkan kemampuan mereka untuk menikmati makanan.

Gangguan menelan akan semakin meningkat bersamaan dengan pertambahan usia dan keadaan ini disebabkan oleh penurunan produksi saliva untuk membasahi makanan. Gangguan menelan juga dapat terjadi karena penggunaan obat, seperti antihistamin dan antidepresan yang memiliki efek antikolinergik. Refleks muntah dapat hilang sehingga terjadi disfagia dan hampir separuh dari lansia berusia diatas 80 tahun mengalami divertikulitis karena kelemahan dinding usus. Perubahan fisiologi lain meliputi kecenderungan konstipasi atau inkontinensia fekal. Inkontinensia fekal disebabkan oleh penurunan tonus otot sfingter interna pada usus besar dan berkurangnya kesadaran akan defekasi.

Perubahan-perubahan proses penuaan pada sistemgastrointestinal yang normal:
Perubahan Normal
Implikasi Klinis
Rongga mulut

-    Hilangnya tulang periosteum dan peridontal
-    Retraksi dan struktur gusi

-    Hilangnya kuncup rasa
-   Tanggalnya gigi

-   Kesulitan dalam mempertahankan pelekatan gigi palsu
-    Perubahan sensasi rasa
-   Peningkatan penggunaan garam
Esofagus, lambung, usus

-    Dilatasi esofagus
-    Penurunan refleks muntah
-    Atropi mukosa lambung

-    Penurunan motilitas lambung
-    Peningkatan resiko aspirasi
-    Perlambatan mencerna makanan
-   Penurunan absorpsi obat–obatan, zat besi, kalsium, vitamin B12
-    Konstipasi sering terjadi
(Stanley & Bare, 2007)

Perubahan fisik yang terjadi pada lansia:
1.      Kehilangan gigi: penyebab utama adanya periodontal disease yang bisa terjadi setelah umur 30 tahun, penyebab lain meliputi kesehatan gigi yang buruk.
2.      Indra pengecap: adanya iritasi yang kronis dari selaput lendir, atrofi indra pengecap(±80%), hilangnya sensitifitas dari saraf pengecap dilidah terutama rasa manis dan asin, hilangnya sensitifitas dari saraf pengecap tentang rasa asin, asam, dan pahit.
3.      Lambung: rasa lapar menurun (sensitifitas lapar menurun), asam lambung menurun, waktu pengosongan menurun.
4.      Peristaltik  lemah dan biasanya timbul konstipasi.
5.      Fungsi absorbsi melemah (daya absorbsi terganggu).
6.      Liver(hati): makin mengecil dan menurunnya tempat penyimpanan, berkurangnya aliran darah(Nugroho, 2000).

  1. WOC (Web of caution)

D.    Pemeriksaan penunjang
1.      Sel darah lengkap (CBC) menghitung atau mencari tanda-tanda infeksi dan dehidrasi. Sebuah peningkatan jumlah sel darah putih(15.000-20.000/mm3) adalah tanda infeksi dan mungkin menunjukan sumbatan atau perforasi usus. Peningkatan tingkat hematokrit dapat berarti dehidrasi.
2.      Pemeriksaan elektrolit dan urinalisis untuk mengevaluasi ketidakseimbangan cairan elektrolit dan sepsis.
3.      Kleatinin dan nitrogen urea darah (BUN), tingkat peningkatan kadar serum ini menunjukan bahwa kemungkinan pasien mengalami dehidrasi
4.      Rongten abdomen, untuk menentukan lokasi pola dan jenisnya(mekanisme  atau nonmechanical,sebagian atau seluruhnya) dari obstruksi.
5.      Kolonoskopi untuk membantu dalam penilaian dan diagnosis dari obstruksi usus besar.
6.      Tes fungsi hati
7.      CT scan abdomen
8.      USG.

E.     Masalah-masalah pada Sistem Gastrointestinal
1.      Diare
Definisi
Diare adalah defekasi yang meningkat dalam frekuensi lebih cair dan sulit untuk dikendalikan. Diare dapat diindikasikan dengan frekuensi buang air lebih dari tiga kali perhari atau jumlah tinja lebih dari 200 gram tinja perhari.

Etiologi
Infeksi bakteri dan virus, infeksi fekal, pemberian makanan, melalui selang dan diet yang berlebihan dapat menyebabkan diare. Diare sangat mengganggu interaksi sosial bagi lansia yang aktif. Diare kronis disebabkan oleh malabsorbsi, penyakit divertikular, gangguan inflamasi usus dan obat-obatan.

Tanda dan gejala
Lansia dengan diare biasanya mengalami penurunan volume dan dapat mengalami demam, takikardi dan hipotensi postural,turgor kulit burukdan meningkatkan hematokrit serta hemaglobin.

Diagnosa
a.      Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan feses berair.
b.      Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan iritasi daerah anus karena diare.

Intervensi
1)      Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan feses berair
a.       Perawat memantau jumlah feses, diare, warna, konsistensi, dan bau dari feses.
b.      Anjurkan klien untuk minum air hangat(untuk mencegah stimulasi saluran pencernaan)
c.       Berikan diet lembut dan hambar.
d.      Kolaborasi pemberian obat antidiare (diphenoxylateatauloperanide)

2)      Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan iritasi daerah anus karena diare.
a.       Periksa kulit disekitar daerah perineal untuk melihat adanya tanda-tanda peradangan.
b.      Kaji luasnya area kulit yang teriritasi.
c.       Anjurkan klien untuk membersihkan area perineal dengan sabun, bilas dengan baik dan keringkan secara menyeluruh.
d.      Kolaborasi penggunaan lotion atau krim untuk mengurangi inflamasi

2.      Disfaghia
Definisi
Disphagia adalah kesulitan menelan yang merupakan akibat dari penuaan yang normal.

Etiologi
Penyakit ini terjadi dari komplikasi penyakit lain seperti stroke, trauma otak, sklerosis multiple dan pasien dengan masalah pernapasan. 

Tanda dan gejala
Tanda dan gejala  dari disphagia adalah kelemahan otot wajah, adanya batuk yang lemah, penurunan reflek muntah, penurunan berat badan, ketidakmampuan untuk mengunyah makanan, batuk dan tersedak saat makan.

Diagnosa
a.       Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kurangnya asupan makanan yang tidak adekuat.
b.      Resiko gangguan menelan berhubungan dengan kelemahan otot – otot menelan akibat paralisis
c.       Resiko terjadi aspirasi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan akibat kerusakan saraf kontrol fasial

Intervensi
1.      Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan penururnan kemampuan menelan.
·         Anjurkan pasien makan dengan perlahan dan mengunyah makanan secara seksama
·         Pemberian makanan yang sedikit tapi sering
·         Sajikan makanan yang lunak dan hangat seperti bubur dan susu untuk merangsang kemampuan menelan dan mengurangi resiko aspirasi.
·         Sajikan makanan dengan cara yang menarik
·         Hindari makan makanan atau minuman yang mengandung zatiritan ( seperti alcohol )
·         Berikan posisi fowler untuk mencegah terjadinya aspirasi
·         Anjurkan pasien untuk mempertahankan posisi minimal selama 45 menit setelah makan
·         Timbang BB pasien dan catat pertambahannya secara berkala
·         Observasi asupan nutrisi pasien dan kaji hal – hal yang menghambat atau mempersulit proses menelan

2.      Resiko gangguan menelan berhubungan dengan kelemahan otot – otot menelan akibat paralisis



·         Tinjau ulang kemampuan menelan pasien, catat luasnya paralisis parsial
·         Tingkatkan upaya untuk dapat melakukan proses menelan yang efektif seperti membantu pasien menegakkan kepala
·         Berikan posisi fowler selama dan setelah belajar
·         Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak sakit atau terganggu
·         Sentuh bagian pipi bagian dalam dengan spatel untuk mengetahui adanya kelemahan lidah

3.      Resiko terjadi aspirasi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan akibat kerusakan saraf control fasial
·         Berikan posisi semi fowler atau fowler pada saat makanan atau minum
·         Hindari posisi kepala over ekstensi pada saat pasien makan / minum
·         Berikan makanan dengan konsistensi yang lunak

3.      Gastritis
Definisi
Gastritis adalah peradangan mukosa lambung dan dapat menyebabkan terjadinya perdarahan.

Etiologi
Gastritis terbagi dua, yaitu gastritis tipe-A (atrofik) dan gastritis tipe-B.Pada gastritis tipe-A, terjadi penurunan  sekresi asam klorida yang menyebabkan absorpsi zat besi dan vitamin B dan cenderung dapat menjadi kronis.Sedangkan pada gastritis tipe-B, disebabkan oleh helicobacter pylori bacil.

Tanda dan gejala
Pada gastritis tipe-A, tidak ada gejala yang khas.Sedangkan pada gastritis tipe-B, meliputi anoreksia, nyeri ulu hati, mual muntah dan rasa tidak enak pada mulut

Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
1. Nyeri Akut  atau Kronis berhubungan dengan peningkatan lesi sekunder terhadap peningkatan sekresi gastrik
2. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan rasa tidak nyaman  setelah makan, anoreksia, mual, muntah

Intervensi Keperawatan
1. Nyeri Akut  atau kronis berhubungan dengan peningkatan lesi sekunder terhadap peningkatan sekresi gastrik
a.       Jelaskan kepada pasien mengenai  hubungan antara sekresi asam hidroklorit dan awitan nyeri
b.      Berikan antasida, antikolinergik, sukralfat, bloker H2 sesuai petunjuk dokter
c.       Berikan dorongan ke pasien  untuk melakukan aktivitas yang meningkatkan istirahat dan rileks
d.      Bantu klien untuk mengidentifikasi subtansi pengiritasi misalnya makanan gorengan, pedas, dan kopi
e.       Ajarkan kepada pasien tehnik relaksasi untuk menurunkan stres dan menghilangkan nyeri yang dirasakan
f.       Jelaskan kepada klien untuk menghindari merokok dan penggunaan alkohol
g.      Dorong klien untuk menurunkan masukan minuman yang mengandung kafein, bila ada indikasi
h.      Ajarkan klien tentang pentingnya pengobatan berkelanjutan bahkan saat tidak nyeri sekalipun

2. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan rasa tidak nyaman setelah makan, anoreksia, mual, muntah
a.       Kaji status nutrisi pasien: diet, pola makan, makanan yang dapat menjadi pencetus rasa nyeri
b.      Kaji riwayat pengobatan pasien: aspirin, steroid, vasopresin
c.       Pantau tanda-tanda vital pasien  setiap 4 jam
d.      Pantau masukan dan pengeluaran makanan dan cairan
e.       Pertahankan lingkungan yang bebas stres
f.       Berikan diet dalam porsi kecil tapi sering
g.      Pantau keefektifan serta efek samping obat yang dikonsumsi oleh pasien

4.      Konstipasi
Definisi
Konstipasi adalah masalah umum yang disebabkan oleh motilitas, kurang aktivitas, dan penurunan kekuatan tonus otot. Defisiensi diet dalam asupan cairan dan saraf juga dapat menimbulkan konstipasi. Selainitu, konstipasi mengacu pada bagian dari feses yang abnormal, keras dan jarang.

Etiologi
Banyak lansia yang mengalami konstipasi sebagai akibat  dari penggumpalan sensasi saraf, tidak sempurnanya pengosongan usus, atau kegagalan dalam menanggapi sinyal untuk defekasi. Konstipasi adalah suatu penurunan frekuensi pergerakan usus yang disertai dengan perpajangan waktu dan kesulitan pergerakan feses.

Tanda dan gejala
Gejala-gejala yang paling umum adalah gangguan atau sakit perut. Gejala-gejala lain adalah bersendawa, perut kembung, mualdan muntah, suatu perasaan penuh atau terbakar di perut bagian atas.
Darah dalam muntah atau feses yang hitam mungkin adalah suatu tanda perdarahan didalam lambung, yang mungkin mengindikasikan suatu persoalan yang serius yang memerlukan perhatian medis yang segera.

Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
1. Konstipasi berhubungan dengan ketidakadekuatan serat dalam diet
2. Konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltik sekunder akibat immobilitas
3. Konstipasi berhubungan ketidakadekuatan cairan

Intervensi Keperawatan
1. Konstipasi berhubungan dengan ketidakadekuatan serat dalam diet
·         Jelaskan ke pasien mengenai pentingnya diet seimbang, dengan cara meninjau ulang daftar makanan yang disajikan serta cukupi asupan buah-buahan dan sayuran
·         Diskusikan bahwa pola defekasi individu bervariasi
·         Diskusikan obat-obatan yang menyebabkan konstipasi
·         Kolaborasi penggunaan suppositoria, pencahar dan enema jika diperlukan

2. Konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltik akibat immobilitas dan stress
·         Bantu pasien untuk penggunaan optimal otot abdomen
·         Anjurkan meminum 1 gelas air hangat, yang diminum 30 menit sebelum sarapan yang berguna untuk menstimulasi usus
·         Ajarkan cara memasase abdomen bawah dengan perlahan untuk membantu pengeluaran feses
·         Hindari duduk lama dan mengejan kuat saat defekasi
·         Diskusikan obat-obatan yang menyebabkan konstipasi
·         Kolaborasi penggunaan suppositoria, pencahar dan enema jika diperlukan

3. Konstipasi berhubungan ketidakadekuatan cairan
·         Dorong masukkan cairan pasien sebanyak 8-10 gelar perhari
·         Jelaskan mengenai pentingnya pemasukkan cairan
·         Diskusikan obat-obatan yang menyebabkan konstipasi
·         Kolaborasi penggunaan suppositoria, pencahar dan enema jika diperlukan

F.      Pengkajian secara umum
Pengkajian ini meliputi identitas klien, status kesehatan saat ini, riwayat kesehatan masa lalu, riwayat kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik sistem gastrointestinal, pola aktivitas sehari-hari, serta pengkajian pola psikososial dan spiritual.
a.       identitas klien
·         Nama
·         Umur
·         Jenis kelamin
·         Status perkawinan
·         Agama
·         Suku

b.      Status kesehatan saat ini :
·         status kesehatan secara umum
·         keluhan kesehatan saat ini
·         Pengetahuan, pemahaman, dan penatalaksanaan masalah kesehatan

c.       Riwayat kesehatan masa lalu:
·         penyakit masa kanak-kanak
·         penyakit kronik
·         Pernah mengalami trauma

d.      Observasi penampilan umum
o   Pucat (kehilangan darah dari GI)
·         Kelelahan dan kelemahan (malnutrisi, ketidakseimbangan elektrolit, atau perdarahan). Obesitas atau penurunan berat badan yang tidak biasa.

e.       Bau
Bau mulut (kurangnya kebersihan mulut, penyakit pada rongga mulut dan paru-paru, infeksi abses paru, penyakit paru dan uremia).

f.       Kulit
Turgor kulit yang jelek dihubungkan dengan dehidrasi, kulit bersisik, gatal, kulit yang pucat, pengikisan kulit bisa disebabkan oleh bermacam-macam defisiensi nutrisi. Kaji adanya edema akibat gangguan sistem lain.

g.      Pemeriksaan rongga mulut :
a.       Bibir
Kesimetrisan, warna, kelembaban, kebiru-biruan (rendahnya kadar O2). Bibir pecah-pecah (defisiensi riboflafin atau perlukaan oleh gigi yang tajam).

b.      Rongga mulut
a)      Inspeksi kelembaban dan kemerahan membran mukosa
Membran mukosa dan lidah kering (dehidrasi), bintik putih pada mukosa (infeksi moniliasis).
b)      Gusi bengkak penyakit periodontal juga akibat fenitoin atau leukimia. Keracunan timah dideteksi dengan timbulnya garis biru kehitaman jika gigi masih ada.

c.       Faring
a)      Selama proses menelan, nervus fagus       à palatun lunak terangkat dan menutup nasofaring à aspirasi tidak terjadi.
b)      Kaji fungsi gangguan refleks, tekan lidan pada bagian tengah, tetapi tidak terlalu jauh kebelakang àrespon tersedak. Suruh lansia mengatakan “ah” à Palatum lunak terangkat. Jika terjadi rasa à      sakit dan kemerahan, atau adanya bintik putih dikerongkongannya.

h.      Pemeriksaan abdomen
a.       Suruh pasien mengosongkan abdomen, lihat (tanya) apakah ada bekas luka akibat apendektomi 50 tahun yang lalu.
b.      Lihat apakan ada striae (biasanaya biru-pink atau warna perak) Hasilà dari obesitas, ansites, kehamilan, atau tumor. Lihat adanya ruam.
c.       Kaji kesimetrisan abdomen dan mencakup semua keempat kuadran. Catat adanya temuan dan lokasi.distensi bagian bawah abdomen (dibawah pusar)àdistensi kandung kemih atau tumor pada uterus dan ovarium.
d.      Kaji adanya nyeri atau ketegangan.
e.       Perkusi (bunyi abnormal pada sebagian organ abdomen, misal hati, lambung, dll).
f.       Kaji bising usus normal (terdengar satu kali setiap 5-15 detik, biasanya tidak teratur), jika tidak terdengar, stimulasi dengan jari. Tidak adanya bising usus kurang dari 5 menit dibutuhkan evaluasi medis. Peningkatan suara sampai penurunan peristaltik. Palpasi seharusnya tidak ada masa.
i.        Pemeriksaan rektum
a.       Inspeksi perianal (hemoroid), lakukan DRE untukmengkaji (fisura, tumor, inflamasi, dankebersihan yang kurang)
b.      Minta klien untuk meneran (ada tambahan hemoroid atau rectal prolaps). Masa yang keras bias menghalangi palpasi penuh pada rektum.

j.        Pemeriksaan feses
a.       DRE (pemeriksaan spesimen feses)
b.      Feses hitam (makanan yang tinggi besi atau perdarahan usus proksimal)
c.       Darah merah segar (perdarahan usus bagian distal atau hemoroid). Pucat atau berlemak (masalah absorbsi). Feses yang abu-abu (obstruksi jaundice) mukus (inflamasi) (Eliopoulus, 2005)

Wawancara :
a.       Gigi dan gusi
·         Status gigi atau gigi palsu?
·         Kapan lagi pemeriksaan gigi?
·         Bagaimana perawatan gigi atau gigi palsu?
·         Kapan mengenakan gigi palsu?
·         Apakah merasa nyeri, perdarahan, dan gejala lain yang dirasakan?
·         Riwayat pengobatan, alkohol, zat adiktif lainnya.

b.      Nafsu makan
·         Apakah ada penurunan nafsu makan terhadap makanan yang disukai pada masa lalu
·         Bagaimana cara anda mengelola makanan agar berasa enak

c.       Gejala
Luka, sulit mengunyah, tersedak, terasa masuk ketenggorokan, mual, muntah, perdarahan mulut, muntah atau feses berdarah, nyeri, rasa terbakar pada lambungdan usus, diare, konstipasi, gas, perdarahan rektum?

d.      Berat badan
·         Apakah baru-baru ini mengalami penurunan berat badan?
·         Apakah terjadi peningkatan atau penurunan berat badan?

e.       Pencernaan
·         Apakah sering mendapatkan keluhan pencernaan?
·         Apakah penyebab dan bagaimana penanganannya?
·         Apakah ada rasa penuh, ada tidaknya pada dada setelah makan?
·         Apakah regurgitasi atau sendawa pernah terjadi?

f.       Eliminasi
·         Berapa kali BAB?
·         Apakah ada meneran saat BAB?
·         Apakah darah di BAB?
·         Bagaimana konsistensi pada warna feses?

g.      Diet
·         Berapa kali makan sehari?
·         Bagaimana cara mendapatkan makanan?
·         Apakah ada perubahan pola makan?
·         Riwayat pengobatan, alkohol, dan zat adiktif lainnya.


BAB II
STUDI KASUS

Kasus klien dengan gangguan sistem Genitourinaria
            Ny. A 82 tahun, tinggal dipanti jompo. Klien mengeluh tidak dapat mengontrol  BAK. Ny.A sering mengompol sehingga timbul gatal-gatal pada kulitnya, dan klien sering terlihat menggaruk-garuk daerah bokongnya. Klien juga mengatakan bahwa urinnya berbau. Klien terlihat gelisah, sering menyendiri dan malas keluar kamar. Klien mengatakan bahwa ia dicampakan oleh anaknya. Dari observasi yang didapatkan oleh perawat ditemukan adanya lesi pada bagian bokong. Berdasarkan keterangan dari keluarga klien sebelumnya sering mengkonsumsi obat analgetik.
Analisa data :
Data
WOC
Masalah Keperawatan
DS :
-          Klien mengeluh ttidak dapat mengontrol BAK dan sering mengompol
-          Keluarga klien mengatakan bahwa klien sering mengkonsumsi obat analgetik
DO:
-          Klien sering mengompol
-          BAK berbau

Penuaan
Tonus otot bladder 
Pengosongan kandung kemih tidak tuntas
Mikroorganisme
ISK
Fungsi sfingter terganggu
Inkontinensia
Gangguan eliminasi urin
Gangguan Eliminasi Urin
DS:
-          Klien mengatakan bahwa kulitnya mengalami gatal-gatal
-          Klien mengatakan sering mengompol
DO:
-          Klien terlihat gelisah
-          Klien sering menggaruk-garuk daerah bokongnya
-          Terdapat lesi pada bagian bokong klien



Inkontinensia
Enuresis
Mikroorganisme
Gatal-gatal & digaruk
Kulit teriritasi
Lesi dibokong
Gangguan integritas kulit
 
Gangguan integritas kulit
DS:
-          Klien mengatakan dicampakkan oleh keluarganya (anaknya)
DO:
-          Klien terlihat mengurung diri dan malas keluar kamar
Penuaan
Sensitivitas
Menyendiri
Gangguan konsep diri: HDR
Gangguan konsep diri : HDR

Pengkajian :
1.      Adanya infeksi kandung kemih atau saluran kemih
2.      Keluhan nyeri pada waktu miksi
3.      Distensi kandung kemih
4.      Adanya kelainan kontrol dalam BAK atau kebiasaan klien BAK
5.      Adanya faktor psikologi seperti stres dan cemas
6.      Pengeluaran dan pemasukkan cairan
7.      Penggunaan obat penenang atau diuretik
8.      Kulit kemerahan
9.      Riwayat kehamilan dan jumlah anak, keluhan






Diagnosa keperawatan yang muncul:
1. Gangguan eleminasi urin berhubungan dengan inkontinensia
Tujuan :
Klien dapat mengontrol pengeluaran urin dan mengeluarkan urin secara efektif
Intervensi :
a.       Kaji tipe inkontinensia pada pasien
b.      Bantu klien untuk BAK dengan cara yang baik dan benar
c.       Sesuaikan kondisi lingkungan sehingga mudah dicapai, misalnya dekat dengan kamar kecil, latih kebiasaan BAK dengan menbiasakan untuk kekamar kecil tiap 2 jam ( untuk inkontinensia fungsional ).

2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan Enuresis
Tujuan :
Klien dapat memelihara integritas kulit tetap kering dan bebas dari bau  yang tidak sedap.
Intervensi :
a.       Kaji kondisi kulit tiap 2 jam sekali, ganti pakaian dan linen jika diperlukan.
b.      Jaga kebersihan kulit klien agar tetap kering setelah perioden inkontinensia
c.       Cegah terjadinya infeksi
d.      Kaji status klien tiap hari

3. Gangguan konsep diri : HDR
Tujuan :
Klien memiliki keinginan untuk sembuh dan pandangan positif terhadap diri sendiri
Intervensi :
a.       Berikan penjelasan yang realistis terhadap penyebab, menejemen dan prognosis terhadap tipe inkontinensia
b.      Hindari untuk mendiskusikan inkontinensia klien jika ada kehadiran pasien lain atau orang lain.
c.       Tingkatkan harga diri klien.



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Sistem perkemihan pada lansia mengalami penurunan, ini disebabkan karena berkurangnya jumlah nefron yang dapat mempengaruhi keseimbangan cairan. Pada lansia dehidrasi dapat meningkat, khususnya jika lansia tersebut menganggap tidak penting  keseimbangan cairan pada tubuhnya. Lansia juga cenderung menderita komplikasi infeksi.  
Banyaknya perubahan fungsi organ pencernaan pada lansia menyebabkan timbulnya masalah yang berkaitan dengan sistem gastrointestinal pada lansia. Lansia juga mengalami penurunan selera makan, gangguan menelan, juga mengalami masalah gigi yang semakin meningkat bersamaan dengan bertambahnya usia.

B.     Saran
Sebagai seorang perawat, kita harus peka terhadap masalah yang dihadapi oleh lansia. Masalah pemenuhan kebutuhan dasar terutama eliminasi dan pemenuhan nutrisi serta kebersihan dari lansia merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan oleh seorang perawat. Untuk masalah sistem genitourinaria, perawat harus memperhatikan pemasukan dan pengeluaran asupan cairan tubuh pada lansia, serta kebersihan dari organ perkemihan tersebut.
Pemenuhan nutrisi pada lansia juga merupakan hal yang penting untuk diperhatikan oleh perawat. Perawat harus menjaga dan memperhatikan diet untuk lansia, dalam hal ini mencakup tentang makanan atau minuman yang sesuai dengan kondisi lansia tanpa mengurangi kebutuhan nutrisi itu sendiri.
Selain memperhatikan pemenuhan kebutuhan dasar, perawat juga harus mampu untuk mengatasi perubahan-perubahan psikologi pada lansia mengenai penurunan fungsi-fungsi tubuh yang terjadi pada lansia tersebut.

2 comments: